Namitsutiti

Let's enjoy our Fanfiction

[FF Freelance] A.T (Agent Target ) ~ Ep. 4

3 Comments


d

Title : A.T (Agent Target )

Author : Hae

DON’T BASH, DON’T PLAGIAT, DON’T BE SIDERES, SIDERES KICK. JANGAN LUPA KOMENTAR!

Main Cast : Oh Se Hun (Exo) – Byun Baek Hyun (Exo) – Park Chan Yeol (Exo) – Kim Ha Ni (You/Oc) – Tiffany Hwang (Snsd).

Special Cast : (F4)
-Kim Jong In a.s Kai (Exo), Lu Han (Actor), Do Kyung Soo a.s D.o (Exo), Kim Joon Myeon a.s Suho (Exo).

Genre : Friendship – Family – School Life – Police

Leght : Chapter

Cover : YeonHanArt.

Recomended Backsong : Lucky (Exo).

Nama cast cuma meminjam, kecuali (oc), sepenuhnya cast milik Tuhan, keluarga, dan managenment.

Warning ! Typo bertebaran! Harap di maklumi, maaf kalau ada salah penulisan kata. Bahasa yang di gunakan juga bahasa sehari-hari anak muda umumnya. Mudah-mudahan bahasa gaulnya ngak nge-Alay.

Semoga dapet fellnya…

Happy Reading

.
.
.
.
.
.
.

Athour Pov

Sinar mentari begitu terik walaupun kini berada 120° arah barat. Langit cerah dengan warna biru muda sebagai backgroundnya, kapas putih itu berjalan pelan mengikuti arah angin yang membawa mereka dengan lembut. Sebuah lukisan yang berkarya luas biasa.

Bunga cerry blossom dengan warna putih dan merah muda kini menghiasi sepanjang jalan. Udara begitu sejuk walaupun sinar mentari begitu terik. Banyak kendaraan yang berlalu lalang sepanjang jalan. Para pelajan kaki juga tidak ketinggalan. Udara kotor mendominasi. Tapi itu tidak menjadi masalah. Karena begitulah hidup di kota metropolitan.

“Ah sial!” umpat Ha Ni begitu keluar dari gedung apartementnya. Dia berlari sambil memakai salah satu sepatu flatnya. Membawa beberapa lembar kertas dan tas selempang. Dia tidak peduli saat beberapa orang melihatnya aneh saat di loby. Bahkan Ha Ni menghiraukan sapaan salam sang security. Dalam benaknya adalah 10 menit harus bisa sampai distrik departement police Seoul. Mustahil. Ya kecuali ia punya kekuatan teleportation.

Sepanjang jalan mulutnya tidak hentinya berkomat-kamit. Entah matra apa yang dia ucapankan. Ha Ni menyalahkan suaminya Oh Se Hun yang tidak membangunkannya dan malah pergi seorang diri ke kantor. Setelah ini dia bersumpah akan melempar sepatunya ke wajah suaminya.

Dengan pakaian dan penampilan yang bisa di bilang tidak begitu rapi. Celana jeans hitam panjang, kaos putih serta jaket musim dingin dan syal yang melilit di lehernya. Ha Ni juga belum menyisir rambutnya.

“Taksi.” Akan lebih cepat sampai tujuan jika mengunakan taksi dari pada bus umum. Ha Ni juga tidak mau menjadi pusat perhatian saat di bus nanti. Lagi. Ha Ni menyalahkan Oh Se Hun yang sudah meninggalkan sesuatu.

Sepanjang jalan ponselnya tidak berhenti berdering. Membuat Ha Ni ingin melemparnya lewat jendela mobil taksi. Tapi di urungkan karena ponselnya adalah hadiah dari seseorang special sebagai hadiah valentin. Bukan Oh Se Hun tapi Byun Baek Hyun.

Banyak panggilan tak terjawab dan pesan. Eun Ji, Tao , Chan Yeol. Nama yang tertera pada layar ponsel putih keluaran terbaru merek samsung itu. Ha Ni menghembuskan nafasnya kasar.

Sopir taksi sesekali melirik Ha Ni dari kaca spion dalam mobil. Dia heran dengan penampilan penumpangnya. Ini bukan musim dingin melainkan musim semi tapi penumpangnya mengunakan jaket musim dingin lengkap dengan syal.

Ha Ni mendengus. “Kenapa? Tidak pernah lihat orang cantik?”

“Menyetir saja yang benar. Dan cepat. Lelet sekali.”

Supir taksi adalah korban pertama kekesalannya.

Setelah 20 menit perjalanan akhirnya Ha Ni tiba dengan selamat di kantornya. Dia berlari setelah membayar ongkos taksi. Lagi. Dia menjadi pusat perhatian karena gaya berpakaiannya. Ha Ni mengatur nafasnya saat di dalam lift. Sungguh ia benci jika harus banyak berkeringat. Dahinya kini banjir dengan keringat.

Lantai 7. Lift terbuka dan Ha Ni berjalan dengan cepat menuju pintu di sudut ruangan.

“Kim Ha Ni.” pintu terbuka saat Ha Ni menempelkan id cardnya.

Ha Ni berhenti dan melihat penampilannya. Sepanjang lorong kaca bening tidak tembus pandang menyambutnya. Kali ini dia tidak mengutuk orang yang mendesain ruangan itu.

“Aishhh.” gerutu Ha Ni. Sungguh penampilannya begitu menyedihkan. Ha Ni terpaksa mengunakan jaket musim dingin dan syal untuk menutupi bercak kemerahan pada leher dan bagian lain tubuhnya yang bisa terlihat jika dia hanya memakai kaos. Lagi-lagi Ha Ni menyalahkan suaminya.

***

@.Departement Police Seoul.

“Sudah ada titik temu. Ketiga orang ini yang harus kita curigai sebagai pelaku.” ujar Se Hun

Layar lcd di belakangnya menampilkan tiga gambar.

“Wow. Fotomu juga di situ? Yak. Oh Se Hun kau sedang eksis atau bagaimana?” tanya Chan Yeol heboh.

“Itu semua adalah orang terakhir yang berhubungan dan bertemu korban.” ujar Tiffany.

Baek Hyun mengeleng membuat tiga anggota tim menatapnya.

“Salah. Bukan mereka.” ujar Baek Hyun dan mereka berempat menoleh serentak saat seseorang masuk dengan berlari menuju arah mereka.

“Astaga. Ini.” Chan Yeol menyerahkan segelas berisi air putih pada Ha Ni yang masih mengatur nafasnya. Ha Ni mengambil gelas yang di sodorkan dan meminumnya sampai habis.

“Huh. Gomawo.” gumam Ha Ni setelah lebih baik, lalu duduk di kursi yang biasa ia duduki. Baek Hyun dan Tiffany hanya mengelengkan kepala.

“Ada apa denganmu dan pakaianmu?” tanya Baek Hyun begitu sadar akan penampilan Ha Ni.

Ha Ni tidak menjawab. Ia menatap layar lcd di depannya. Dahinya menyerit. Se Hun menatap Ha Ni dan ia tersenyum samar.

“Gajimu di potong 20%.” ujar Se Hun. Sesuai peraturan anggota tim yang terlambat akan di potong gajinya. Ha Ni sudah dua kali terlambat dalam pertemuan bulan ini.

Ha Ni menghembuskan nafas kasar. Ia kesal. “Dia pikir aku terlambat itu karena siapa? Oh Se Hun kau benar-benar.” ucap Ha Ni dalam hati.

“Ya. Aku tau.” ujar Ha Ni.

Chan Yeol menepuk-nepuk pungung Ha Ni. Ha Ni menoleh dan Chan Yeol mengeluarkan senyum tiga jarinya.

“Maksudmu Byun?” tanya Tiffany. Kini mereka kembali fokus.

“Ha Ni bicaralah.” ujar Baek Hyun.

Ha Ni berdiri dari duduknya, membagi satu persatu anggota tim dengan kertas yang ia bawa. Kemudian Ha Ni mendorong Se Hun yang berdiri di depan memimpin rapat. Se Hun mendengus dan duduk di kursinya.

“Benar yang di bilang Baek Hyun oppa. Bukan mereka.” ujar Ha Ni sambil bersedekap.

“Lalu?” ujar Se Hun.

“Kau bangga karena masuk dalam kandidat?” ujar Ha Ni.

Semua anggota tim kecuali Se Hun tersenyum mendengar ucapan Ha Ni. Menurut mereka dua orang yang sebenarnya suami-istri itu tidak kelihatan bahwa mereka pasangan saat di kantor. Mereka selalu beradu argumen seperti tom and jerry.

“Intinya saja.” ujar Se Hun.

“Ini apa, Kau sedang menunjukan hasil karya mengambarmu?” ujar Chan Yeol yang heran dengan kertas yang tadi di bagi Ha Ni.

“Ini gambar apa?” gumam Tiffany.

Kertas itu hanya bergambar satu lingkaran besar.

“Rubi-H?” ujar Ha Ni pelan.

“Rubi-H?” ujarnya lagi.

“Astaga. Jangan bertele-tele.” ujar Se Hun jengkel.

Ha Ni menatap Se Hun tajam. Membuat Se Hun menghela nafas kasar.

“Yang jelas Ha Ni. Apa maksudnya. Kau dan Baek Hyun tau sesuatu kan?” ujar Tiffany.

“Aku tidak akan mengatakannya sebelum kalian semua mewarnai gambarku dengan warna yang kalian pikirkan.” ujar Ha Ni. Baek Hyun terkekeh mendengar ucapan Ha Ni.

“Yak. Kau-”

“Jangan protes!” Ha Ni memotong ucapan Chan Yeol.

“Jangan bermain-main Oh Ha Ni.” ujar Se Hun.

“Aku heran. Kalian itu pintarkan? Lebih pintar dari ku. Tapi kenapa memecahkan kasus segampang ini kalian tidak bisa.” ujar Ha Ni lalu mengambil tas selempangnya dan pergi dari ruangan itu.

“Pr di kumpulkan paling lambat 3 hari dari sekarang.” ujarnya sebelum pintu lift tertutup.

“Astaga. Apa yang dia pikirkan. Lebih cepat kasus ini selesai lebih baik bukan.” gerutu Chan Yeol.

“Anak itu.” gerutu Tiffany.

Se Hun berdiri dan keluar ruangan. Yang lain kecuali Baek Hyun memegang pelipis mereka. Sungguh mereka heran dengan sikap maknae mereka. Selalu seperti itu jika akan memecahkan suatu kasus.

“Ha Ni. Oh Ha Ni.” teriak Se Hun saat di loby.

Ha Ni menghentikan langkahnya dan menoleh. “Apa?” ujarnya ketus.

“Ikut aku.” Se Hun menarik pergelangan tangan Ha Ni. Mereka kembali masuk ke dalam lift.

Di dalam lift mereka hanya diam. Tidak ada salah satu yang berniat membuka pembicaraan.

~Ting.

Pintu lift terbuka. Dan mereka telah sampai di atap gedung.

“Cepat katakan. Aku harus cepat kembali ke asrama.” gumam Ha Ni.

“Kau sudah tau kan?” ujar Se Hun sambil menatap Ha Ni.

“Ya. Kau yang mengirim paket itu. Jelaskan apa maksud dari semua ini. Kau bahkan masuk dalam kandidat yang perlu di curiagi.” gumam Ha Ni sambil berkacak pingang.

“Tapi bukan aku pembunuhnya.” gumam Se Hun.

Ha Ni mendegus. “Aku tau. Jadi jelaskan?”

“Aku dan Yuna berteman baik. Kami teman semasa kecil.” ujar Se Hun sambil mengingat masa kecilnya.

“Rumah kami bersebelahan. Kami selalu bermain bersama walaupun umur kami cukup terpaut jauh. Tapi itu tidak masalah karena Yuna anak yang baik, manis serta penurut. Tapi suatu hari keluarganya pindah.”

Ha Ni merasa sesak saat Se Hun memuji yeoja lain di depannya langsung. “Jadi benar dia cinta pertama mu?”

“Ya.” jawab Se Hun.

Ha Ni menurunkan tangannya yang ia taruh di kedua sisi pingang.

“Kami tidak pernah berkomunikasi setelah itu, karena kepindahan keluarganya yang terlalu mendadak. Yuna juga tidak pamitan padaku. Tapi suatu hari Yuna menghubungi ku setelah bertahun-tahun. Kami bertemu dan Yuna bercerita banyak padaku. Ternyata alasan kepindahannya karena ke dua orang tuanya bercerai dan dia ikut ibunya yang sudah menikah lagi.” ucap Se Hun.

Ha Ni berjalan menuju pagar pembatas gedung. Ia senderkan tubuhnya di besi pembatas.

“Lanjut.” ucap Ha Ni.

“Yuna punya masalah dengan keluarga barunya. Ternyata gadis polos dan manis yang aku kenal selama ini begitu banyak menyimpan kesedihan. Dia sering melihat kedua orang tuanya bertengkar. Ya, Aku memang beberapa kali mendengar suara ribut yang berasal dari rumahnya. Tapi Yuna tidak pernah membicarakan hal itu dan tidak pernah menjawab saat aku bertanya. Yuna selalu tersenyum saat bermain bersamaku. Yuna juga bilang ia lelah dengan hidupnya. Dan 3 hari setelah pertemuan kami Yuna di temukan tewas.” ujar Se Hun. Matanya memerah dan berair.

Ha Ni yang melihatnya mengerutkan dahinya.

“Pihak kepolisian yang menangani kasus itu mengatakan bahwa ini kasus bunuh diri karena keluarga korban langsung mengatakan itu dan tidak mau masalah ini berlarut.”

Ha Ni menganggukan kepalanya. Ha Ni bingung harus berbicara apa.

“Pihak kepolisian membenarkan karena memang tidak ada bukti. Pisau yang tergelak di samping tangan Yuna tidak terdapat sidik jari lain selain milik Yuna. Tapi ada sebuah kertas bertuliskan darah Yuna yang ditemukan. Tapi kertas itu hilang. Dan entah dari mana datangnya seorang murid Shinwa memberiku kertas itu saat aku di bassment apartement kita. Setelah itu aku mengirimkannya lewat paket ke kantor.” ucap Se Hun.

“Aku memang sudah mencurigaimu sejak awal.” gumam Ha Ni.

“Murid itu bilang dia sering di datangi arwah Yuna. Dia menemukan kertas itu secara tidak sengaja di tong sampah sekolah. Aneh kan? Setelah hampir setahun kertas itu baru di temukan. Dia sama sepertimu, bisa berkomunikasi dengan makhluk halus. Katanya Yuna berpesan untuk menyerahkan kertas itu padaku.” ucap Se Hun.

“Apa murid Shinwa itu tau aku menyamar?” tanya Ha Ni.

“Sepertinya.” gumam Se Hun.

“Pembunuh memiliki dendam pada Yuna. Dia saudara tiri Yuna.” gumam Ha Ni.

“Apa, Kau serius? Tapi dia memiliki dua saudara tiri. Mana yang kau maksud?” ucap Se Hun.

“Aku harus kembali ke asrama. Kita bicarakan ini tiga hari kedepan. Aku belum punya cukup bukti.” Ha Ni berjalan meninggalkan Se Hun.

“Yak Oh Ha Ni!” teriak Se Hun

“Apa?” Ha Ni menoleh dan memandang malas ke arah Se Hun.

“Seharusnya kau tidak perlu menutupi kenang-kenangan bercinta kita.” ucap Se Hun sambil tersenyum

Ha Ni melototkan matanya. Kalimatnya tidak di sensor sama sekali. Ha Ni mendengus dan kembali berjalan.

“Oh Se Hun.” panggil Ha Ni saat di depan pintu atap gedung.

“Plukk!” sepatu Ha Ni mendarat mulus di wajah Se Hun.

“Yakkk. Oh Ha Ni.” teriak Se Hun.

***

Next day…

Shinwa High School.

Air hujan jatuh seirama ke permukaan bumi. Membawa bau khasnya, membuat bebu jalan tersapu begitu mudahnya. 
Pagi yang tidak begitu menyenangkan menurut Ha Ni.

Ha Ni berlari setelah berhasil menghindari hujan. Ia menaruh tasnya di atas kepala. Jarak asrama dengan kelasnya cukup jauh. Sebenarnya tidak kalau Ha Ni tidak putar arah lebih dulu tadi. Entahlah perasaannya menyuruhnya putar arah. Dan hasilnya dia bertemu dengan arwah Yuna. Tidak ada hal lain yang terjadi. Mereka hanya terdiam selama 10 menit sebelum akhirnya Ha Ni melihat bayangan seseorang. Ha Ni mengikutinya sampai sekarang.

“Apa yang dia lalukan?” gumam Ha Ni sambil mengawasi orang itu. Orang itu mengobrak-abrik tong sampah di depan gudang yang lama tidak di pakai. Gudang itu dekat dengan kelas 3-A. Sebelah barat gedung kelas tingkat 3.

“Ah iya. Se Hun bilang kertas itu di temukan di tong sampah.” gumam Ha Ni.

“Klontang!”

Ha Ni mengutuk dirinya sendiri saat tidak sengaja menyempar kaleng yang entah kenapa ada di sebelah kakinya. Orang yang di awasi Ha Ni mendongkak dan menoleh kesana kemari. Dia berdiri dan berjalan mencari sesuatu. Sumber suara itu berasal.

“Siapa itu?” ucapnya.

Ha Ni panik sendiri. Kalau ia lari. Ha Ni terpaksa harus rela hujan-hujanan. Derap langkah mendekat. Makin mendekat. Ha Ni gelisah. Tidak ada pilihan lagi. Ia akan menerjang hujan.

“Greeppppp!”

“Emmmmppp.”

“Husttttt…. ” Ha Ni melonggo saat melihat orang di depannya sekarang. Seseorang yang memeluknya dan menaruh tangannya di mulut Ha Ni.

“Tidak ada orang.” gumam orang itu lalu pergi. Dia takut di lihat orang di tempat ini. Takut ada yang mencurigainya. Entahlah akhir-akhir ini ia bermimpi buruk dan ia merasa ada orang yang mengawasinya. Itu sebabnya ia ingin mencari kertas yang sudah lama ia buang di tempat itu.

“Apa yang kau lakukan di sini?” Lu Han melepaskan pelukan serta dekapan tangan di mulut Ha Ni.

“Harusnya aku bertanya. Kenapa subnae bisa disini.” ujar Ha Ni.

“Ini wilayah kelas tingkat 3. Dan aku mau ke drom sebelum ke kelas. Sedang apa kau disana tadi?” tanya Lu Han.

“Apa aku perlu menjawabnya?” Lu Han mendengus mendengar ucapan Ha Ni.

“Terserahlah.” Lu Han berjalan meninggalkan Ha Ni. Ha Ni mengelus dadanya.

“Gomawo.” gumam Ha Ni sambil menatap pungung Lu Han yang menjauh.

***

Ha Ni merasa aneh saat berjalan di koridor. Semua orang berbisik-bisik dan menatapnya. Ha Ni berjalan seorang diri tampa Eun Ji maupun Tao. Entah kemana kedua teman barunya itu.

“Pluk!”

Entah datang dari mana. Telur mendarat sempurna di kepala Ha Ni. Ha Ni memejamkan matanya.

“Pluk!”

“Pluk!”

“Pluk!”

Ha Ni masih memejamkan matanya saat serangan dadakan itu datang. Tepung, tanah, telur dan batu berhasil mengenai tubuhnya.

Rambutnya yang di kucir kuda dan di tata rapi kini tidak karuan bentuknya. Seragamnya juga sudah kotor. Darah mengalir dari kaki dan lengan Ha Ni. Entah kenapa dalam kondisi seperti ini Ha Ni hanya diam.

Serangan itu terus datang membuat Ha Ni hampir limbung. Dia ingin berteriak dan menghindar tapi kerja otak dan tubuhnya tidak seimbang. Ha Ni hanya diam dan memejamkan matanya.

“Stop! Hentikan!”

Sebuah pungung melindungi Ha Ni dari serangan. Eun Ji dan Tao yang baru datang kaget. Mereka ingin menyelamatkan Ha Ni. Tapi bingung.
Dan akhirnya ada seseorang yang datang menolong Ha Ni.

“Kau tidak apa-apa? Kenapa hanya diam?”

“Kemana Se Na. Yang biasanya?”

Ha Ni mendongkak dan menatap wajah orang yang kini melindunginya. Memeluknya.

“Lu Han subnae.” gumam Ha Ni.

Lu Han tersenyum dan melepas jasnya. Lu Han menatap miris yeoja di depannya. Ia menyampirkan jaket pada bahu Ha Ni. Setidaknya itu akan menutupi luka dan darah yang ada pada tubuh Ha Ni.

“Kalian semua dengar. Jangan pernah ada yang menyakiti Se Na. Atau kalian berurusan dengan ku.” seru Lu Han lantang.

Semua murid yang tadi membully Ha Ni langsung terdiam dan membubarkan diri. Eun Ji dan Tao shock mendengarnya. Sedangkan Baek Hyun yang melihat dari ke jauhan hanya tersenyum. Ia menoleh ke atas. Di lihatnya namja berkulit tan yang sedang menahan kesal lalu menutup korden dengan kasar.

“Kau menang banyak Ha Ni-ya.” gumam Baek Hyun sebelum pergi.

“Ayo naik!” Lu Han merendahkan tubuhnya di depan Ha Ni.

“Ayo naik!” seru Lu Han karena Ha Ni atau Se Na hanya diam.

“Tapi-” Ha Ni terlalu shock karena kejadian yang beberapa menit lalu menimpanya. Di tambah dengan ke hadiran Lu Han.

Lu Han yang gemas akhirnya mengendong Ha Ni ala dribal style. Lagi Eun Ji dan Tao shock. Eun Ji hampir jatuh kalau Tao tidak menahan tubuhnya.

“Ya Tuhan.” gumam Eun Ji.

Ha Ni menaruh kedua tangan di leher Lu Han. Ha Ni menyembunyikan wajahnya di dada Lu Han. Lu Han tersenyum, entahlah dia tidak tau kenapa ia langsung berlari dan ingin melindungi Se Na. Hatinya memerintahkan itu.

“Bajunya kotor. Maaf.” gumam Ha Ni.

“Tidak masalah. Kita ke UKS.” Lu Han mengendong Ha Ni melewati beberapa kelas membuat mereka jadi pusat perhatian.

Bahkan Suho menjatuhkan buku yang ia baca saat D.o yang di sebelahnya heboh dan menunjuk-nunjuk sesuatu. Suho mengangga melihat Lu Han yang mengendong Ha Ni. Bukan hanya Suho, D.o pun sampai menjatuhkan permen lolipop yang ia dapat dari murid yeoja saat berjalan menuju kelas tadi.

“Aku tidak bermimpikan.” gumam D.o

“Tidak.” gumam Suho.

“Nuna!” jerit Suho dalam hati.

***

“Kalau di lihat guru kita bisa di hukum.” gumam Ha Ni.

“Tidak ada yang berani menghukum F4. Kau tau F4 berkuasa bukan.” gumam Lu Han.

Ha Ni mengangguk dalam gendongan Lu Han.

“Kenapa disini?” tanya Ha Ni bingung saat Lu Han menurunkannya di depan toilet yeoja samping ruang UKS.

“Bersihkan dulu badanmu. Kau bau amis. Aku akan ambilkan seragam gantinya. Nanti akan ku taruh di atas wastafel di luar bilik. Dan aku akan menunggu di UKS.” jelas Lu Han

“Gomawo subnae.” gumam Ha Ni.

“Jangan seformal itu. Panggil aku gege atau oppa.” ujar Lu Han sambil tersenyum manis.

Ha Ni terdiam menatap pungung Lu Han yang menjauh dan hingga di ujung koridor.

Setelah membersihkan diri dan menganti seragam yang Lu Han sediakan. Ha Ni melangkah pelan membuka pintu UKS. Disana Lu Han duduk seorang diri di atas ranjang kecil dan kotak P3K di tangannya. Lu Han menoleh saat sadar akan kehadiran Ha Ni.

Lu Han terpesona melihat Ha Ni yang baru masuk ke ruang UKS. Rambut yang masih basah karena di keramas serta Ha Ni yang tiba-tiba jadi pendiam membuat hati Lu Han berdetak tak karuan. Lu han berdehem untuk membuat suasana tidak cangung.

“Duduklah. Aku akan mengobatimu.” ucap Lu Han.

Ha Ni mengangguk dan duduk di atas ranjang. Lu Han dengan telaten membersihkan luka di dahi, tangan, serta kaki Ha Ni.

“Aww…. ” ringgis Ha Ni.

“Ah. Mianhae.” Lu Han meniup luka di tangan Ha Ni.

Ha Ni merasa dunianya mendadak berhenti. Ha Ni mencoba untuk bersikap biasa walaupun sebenarnya ia gugup. Ha Ni memegang kalung yang ia pakai dengan tangan yang tidak di obati Lu Han. Kalung dengan bandul cincin pernikahannya. Saat berada di lingkungan Shinwa Ha Ni akan melepas cincin pernikahannya. Ha Ni memejamkan matanya.

“Tidak. Tidak.” gumam Ha Ni.

“Kenapa?” tanya Lu Han.

Ha Ni membuka matanya dan mengeleng.

“Sudah selesai. Lebih baik kau pulang ke kamar asrama. Aku akan bilang pada guru dan wali kelasmu. Aku ambilkan tasmu sebentar ya.”

“Gege.” panggil Ha Ni. Lu Han menoleh dan tersenyum.

“Iya?” ucap Lu Han yang sudah berdiri di depan pintu UKS.

“Xie xie.” ucap Ha Ni. Lu Han tersenyum dan mengangguk pelan sebelum menghilang di balik pintu.

Ha Ni menghembuskan nafas kasar. Ia memegang dadanya yang berdetak tak karuan. Belum selesai Ha Ni menetralkan detak jantungnya, Ha Ni kembali di kejutkan dengan kehadiran seseorang.

“Nuna.”

“Nuna?.” Ha Ni heran dan menunjuk dirinya sendiri.

Orang itu mengangguk. “Memang siapa lagi yang ada disini selain kau.” ujarnya.

“Kau?”

“Nee. Aku tau siapa dirimu nuna police.” Suho terkekeh dan mendekati Ha Ni. Ia duduk di samping Ha Ni.

“Ini kau pasti laparkan.” Suho menyodorkan kotak bekal berwarna biru.

“Tunggu. Tunggu. Dari mana kau tau siapa aku.” ucap Ha Ni sambil mengibaskan telapak tangan di depan.

“Apa kau?” ucap Ha Ni, Ha Ni menoleh kesamping kanan. Dan dilihatnya arwah Yuna ada disana. Ha Ni menatap Suho. Suho mengangguk dan tersenyum manis.

“Iya. Aku yang menemukan kertas itu dan menyerahkannya pada salah satu police.” ucap Suho.

“Aku tidak menyangka mereka akan cepat bertindak dengan mengirim mu. Jadi secara special aku menyambutmu.” ucap Suho lagi.

Ha Ni mendengus. Dia ingat Suho lah senior ketua panitia saat MOS. Namja yang membuat Ha Ni jengkel saat pertama kali datang ke sekolah Shinwa.

“Kau mengerjai ku?” tanya Ha Ni menatap Suho tajam.

“Hahaha. Kapan lagi aku bisa mengerjai seorang police.” Suho tertawa dengan kencang.

“Sialan kau!”

“Aww…. ” ringgis Suho saat Ha Ni memukul kepalanya.

“Kau harus berhati-hati nuna. Untung waktu itu aku menyelamatkan mu saat di club. Kau ceroboh sekali.” gerutu Suho sambil mengelus kepalanya.

“Ah. Baiklah terimakasih sudah membantu ku bocah.” ujar Ha Ni.

“Yak. Aku bukan bocah.” protes Suho.

“Terserah.” gumam Ha Ni.

“Kau tidak apa-apa kan nuna? Sungguh aku kaget saat melihatmu di gendong Lu Han. Seumur hidupku berteman dengan Lu Han aku baru pertama kali melihat Lu Han yang seperti pahlawan menolongmu. Hahaha pipimu memerah.” ujar Suho.

“Diam kau bocah!” ucap Ha Ni.

“Aku bukan bocah. Ya sudah. Kau makan bekal itu nuna. Lumayan bisa menganjal perutmu dan mengisi tenagamu yang hilang karena musibah tadi. Aku permisi. Bye.” Suho berlari keluar ruangan.

“Jangan senyum-senyum sendiri. Nanti di sangka gila mau?” Baek Hyun muncul setelah Suho pergi. Sebenarnya Baek Hyun sudah berada di sana sedari tadi. Bahkan ia melihat dua muridnya yang berjalan berlawanan arah saat menuju kemari. Dua murid yang menunjukan ekspresi wajah berbeda.

“Sejak kapan kau disitu?” tanya Ha Ni.

“Sejak tadi.” Baek Hyun menarik kursi dan duduk di hadapan Ha Ni.

“Dia tidak berbicara padamu?” tanya Baek Hyun sambil menunjuk Yuna dengan dahunya.

“Tidak.” jawab Ha Ni dan arwah Yuna menghilang di udara.

“Kenapa kau cuma diam saat di bully tadi?” tanya Baek Hyun

“Aku ingin merasakan seperti apa rasanya di bully.” jawab Ha Ni membuat Baek Hyun mendengus.

“Bagaimana rasanya?” tanya Baek Hyun lagi.

“Lumayan.” jawab Ha Ni.

“Senangkan karena di gendong prince Beijing.” goda Baek Hyun.

“Awww…. ” keluh Baek Hyun saat Ha Ni melemparnya bantal.

“Suho tau siapa aku.” gumam Ha Ni.

“Iya aku mendengar pembicaraan kalian tadi. Aku benar-benar heran dengan suamimu. Kenapa dia ikut melibatkan diri dan masuk dalam kandidat kemarin. Otaknya bermasalah sepertinya.” ujar Baek Hyun

“Kau seperti tidak tau dia saja. Bulan lalu juga sama kan saat kasus narkoba itu. Dia juga masuk daftar kandindat pengedar. Tapi memang iya, Se Hun menyamar jadi pengedar, untuk membuat orang yang memata-matai kita tidak curiga.” ucap Ha Ni.

“Kau tau? Sepertinya kau akan membuat dua orang berperang.” gumam Baek Hyun

“Maksudmu?” tanya Ha Ni.

“Hahaha. Kau tidak sadar atau pura-pura tidak tau?. Aku ada jam mengajar. Nanti kita bicarakan lagi. Istirahatlah. Akan ku kirimkan beberapa obat nanti. Tenang aku tidak akan mengadukan ini pada siapapun termasuk suamimu.” ucap Baek Hyun.

***

@.Drom F4

“Brakk!”

D.o kaget saat Kai masuk yang membuka pintu dengan kasar.

“Kau ini. Untung aku tidak punya riwayat penyakit jantung.” gerutu D.o sambil mengelus dadanya.

“Aish…. ” Kai duduk di samping D.o sambil mengacak-ngacak rambutnya.

“Kau ini kenapa? Datang-datang seperti cacing kepanasan.” tanya D.o

“Dia benar-benar membuatku lepas kendali. Arrghhhh…..” Kai berdiri lalu lempar bola basket kesembarang arah.

“Brakkk!” bola itu menghantam dinding.

“Kau yang mengerjai Se Na kan?” tanya D.o

Kai diam tidak menjawab. Membuat D.o menarik sudut bibirnya.

“Minta maaflah Kai-ah. Jangan jadi pecundang. Dan kalau kau menyukainya dekati dan ambil hatinya. Sebelum yang lain memdapatkannya.” D.o menepuk bahu Kai sebelum pergi.

@.Kamar asrama.

“Sena-ya kau tidak apa-apa. Kau baik-baik saja. Bagian mana yang sakit? Apa parah? Apa yang kau rasakan?” Eunji langsung memboyong beberapa pertanyaan setelah masuk ke dalam kamar mereka.

“Aishh. Kau ini. Ganti dulu sana seragam mu. Aku baik-baik saja.” ucap Ha Ni.

“Syukurlah.” gumam Eun Ji.

“Se Na-ya. Maafkan aku tidak menolongmu tadi. Aku dan Tao bingung harus bagaimana. Untuk Lu Han subnae datang. Ah bagaimana rasanya di gendong olehnya?” Eun Ji bertanya sambil mengambil baju ganti di lemarinya.

“Biasa saja.” jawab Ha Ni yang masih asyik membaca majalah.

“Benarkah? Dia juga yang mengantarmu ke kamar kan tadi?” tanya Eunji sambil menutup lemari.

“Heem.” jawab Ha Ni.

Dan Eun Ji menghilang di balik pintu kamar mandi. Ha Ni menghela nafas pelan sambil memegang kedua pipinya. Untung Eun Ji tidak menyadarinya.

***

“Bunga lagi?” tanya Eun Ji saat Ha Ni masuk sambil membawa bunga di tangannya.

Sejak tadi sore di depan kamar mereka setiap beberapa jam akan ada yang mengetuk pintu dan saat di buka tidak ada orang. Hanya rangkaian bunga mawar putih yang tergeletak di depan pintu.

“Kamar kita benar-benar akan menjadi toko bunga.” ujar Eun Ji.

Ha Ni menaruh bunga yang di dapatnya di tempat ia menaruh rangkaian bunga lainnya. Seperti sebelumnya akan ada note kecil dengan tulisan ‘Maaf’.

“Siapa coba yang melakukan kini. Kurang kerjaan.” dumal Eun Ji.

“Kata pak satpam dia tidak tau siapa yang mengirim ini.” ucap Ha Ni.

“Kau sudah bertanya?”

“Sudah tadi.”

“Kenapa bisa begitu. Memangnya apa perkerjaan pak satpam kalau begitu. Masak tidak tau siapa yang masuk dan keluar dari wilayah asrama putri.” ujar Eun Ji.

“Tok. Tok!” sebuah ketukan di pintu membuat Eunji dan Ha Ni menoleh serempak.

“Aish. Datang lagi.” gumam Eun Ji.

Lagi melangkah untuk membuka pintu kamar.

“Tao?” ucap Ha Ni.

“Apa aku menganggu?” tanya Tao dengan senyum manisnya.

“Kau. Jadi kau?” Eunji langsung berlari ke arah pintu saat mendengar Ha Ni menyebutkan nama Tao.

“Aku. Aku apa?” ucap Tao heran.

Eunji menoleh kesana kemari tapi tidak ada bunga mawar putih di depan kamar mereka.

“Ada apa Tao?” tanya Ha Ni.

“Oia. Lupa. Ini untukmu.” Tao menyerahkan satu kantok plastik pada Ha Ni.

“Ini apa?” tanya Ha Ni sambil membuka bungkusan plastik yang di berikan Tao.

“Itu obat herbal langsung dari China. Minumlah. Tubuhmu akan jauh lebih ringan dan membaik esok harinya.” jelas Tao.

“Gomawo. Tao-ya.” gumam Ha Ni.

“Sama-sama. Dan ini untukmu.” Tao memberikan satu kantong plastik kecil pada Eun Ji.

“Aku pamit ya. Selamat istirahat. Oia Se Na-ya kau tidak perlu mengerjakan tugas fisika. Aku sudah mengerjakannya untukmu.” ujar Tao sebelum pergi.

“Tao-ya gomawo!” teriak Ha Ni dan Eun Ji kompak.

Eun Ji dan Ha Ni tertawa saat sadar kalau mereka kompak berteriak. Tao mengangkat tanganya tampa menoleh.

“Dia memberiku coklat.” seru Eun Ji riang.

***

Next day…

Shinwa High School.

Angin berhembus pelan membawa kertas serta daun untuk menari bersama. Sinar mentari tidak begitu terik. Sang surya bersembunyi dengan malu-malu untuk menyinari bumi di balik awan.

Ha Ni sedari tadi sibuk mengawasi seseorang dengan teropongnya di atas pohon. Pelajaran ketiga di kelasnya kosong karena gurunya tidak hadir. Jadi Ha Ni punya waktu 4 jam jam kosong. Ha Ni keluar dari kelas dengan alasan ke UKS pada ketua kelas karena merasa kurang sehat. Ketua kelas mengiyakan karena ia memang tau kejadian kemarin. Dan disini lah Ha Ni. Diatas pohon belakang gedung kelas tingkat 3.

“Wajah benar-benar bisa menipu segalanya” gumam Ha Ni.

“Tapi wajah tampanku tidak menipukan.” sebuah suara terdengar dari hadset yang di pakai Ha Ni.

“Ya begitulah.” ucap Ha Ni.

“Hahaha. Bagaimana rasanya di bully?”

“Menyenangkan.” gumam Ha Ni masih terus meneropong.

“Benarkah? Kalau begitu aku akan mencobanya.”

“Silahkan. Aku yang akan melempar bom atom padamu.” gumam Ha Ni.

“Hahahaha. Kau ini. Hei aku sudah mewarnai gambar yang kau berikan. Aku heran apa maksudmu menyuruh kami mewarnai? Seperti anak tk saja.” ucap Chan Yeol.

“Bagus. Pilih warna yang ada dalam pikiranmu.” gumam Ha Ni.

“Chan Yeol-ah.” panggil Ha Ni.

“Waeyo?”

“Bisa belikan aku pulsa. Pulsaku habis.” ucap Ha Ni sambil memegang ponsel. Ia akan membalas pesan tapi gagal dan ternyata pulsanya habis saat dicek.

“Aishhh. Kau ini pintar sekali memalak ku. Baiklah tunggu. Aku juga akan keluar sebentar lagi.”

“Ok terimakasih. Yeol kau sudah membaca e-mail yang aku kirim semalam?” tanya Ha Ni.

“Sudah. Kenapa?”

“Kau ikuti dan awasi orang itu. Aku yakin dia juga terlibat.” ucap Ha Ni.

“Oke. Bailkah.”

“Bye.” ucap Ha Ni dan melepas hadsetnya.

“Asihh. Siapa lagi coba?” gerutu Ha Ni saat benda yang ada di kerahnya bergetar. Ha Ni kembali memasang hadsetnya.

“Apa kau gila!” teriak seseorang dari sana.

“Yak! Oh Se Hun. Tidak usah berteriak.” ucap Ha Ni.

“Katakan? Apa maksudnya obat yang aku temukan di lemari riasmu?” seru Se Hun.

“Apa? Yang kau maksud apa? Kalau bukan masalah kasus kita bicarakan nanti.” ujar Ha Ni.

“Aktifkan ponselmu.” seru Se Hun.

“Iya. Iya nanti. Aku sedang dalam misi. Kau menganggu bodoh.”

“Yak-”

“Tut.” Ha Ni memutuskan sambungan. Ha Ni malas berdebat dengan Se Hun. Ha Ni harus berkonsentrasi.

“Astaga! siapa lagi.” ucap Ha Ni kesal karena benda yang di kerahnya kembali bergetar.

“Waeyo?” ucap Ha Ni.

“Kau sedang apa sekarang?” tanya suara di sebrang sana.

“Aku sedang ada di atas pohon kenapa eonni?” ucap Ha Ni.

“Kau sudah menerima e-mail yang di kirimkan Baek Hyun. Itu surat dari kepala Lee.” ucap Tiffany.

“Sudah.” jawab Ha Ni.

“Kau ingin aku yang membalasnya atau kau saja?” tanya Tiffany

“Aku saja nanti.” jawab Ha Ni.

“Oke. Tapi aku yang akan mengantikan posisimu untuk pertemuannya?”

“Thanks eonni. Aku berhutang banyak padamu.”

“Tidak masalah. Ya sudah lanjutkan misimu. Hwaiting adiku.” seru Tiffany sebelum menutup sambungan.

“Huft. Siapa lagi yang akan mengangguku setelah ini.” gerutu Ha Ni sambil kembali meneropong.

“Aku.”

“Kau mengagetkan ku bodoh.” Ha Ni hampir saja jatuh dari atas pohon saat seseorang tiba-tiba ada disebelahnya.

“Hahaha. Kau yang menyuruh Chan Yeol menembak ku. Sialan kau.” Baek Hyun menjitak kepala Ha Ni.

“Awww. Aduh. Sana pergi. Jangan ganggu aku.” usir Ha Ni.

“Kau ini. Baiklah lanjutkan kegiatan mengintipmu. Semoga kau timbilan setelah ini.” gerutu Baek Hyun dan turun dari atas pohon.

“Sialan kau.” seru Ha Ni.

Baek Hyun terkekeh dan pergi dari sana. Ha Ni kembali mengawasi targetnya.

“Wajah boleh seperti malaikat. Tapi hati seperti iblis.” gumamnya.

“Sedang apa kau disitu?” sebuah suara membuat Ha Ni kembali kaget. Kenapa sedari tadi selalu ada yang menganggunya.

Ha Ni menunduk kebawah dan alangkah kagetnya ia saat tau siapa orang yang berada di bawah.

“Yakkkkkk!” karena oleng Ha Ni tidak bisa menjaga keseimbangan.

“Brukkkkk!”

“Awwwww…. !”

“Aduh…. !”

Ha Ni terdiam saat merasa tubuhnya menimpa sesuatu yang empuk. Ha Ni melebarkan matanya saat ia sadar kalau bibirnya bersentuhan dengan seseorang yang kini terdiam menatapnya.

“Yakkkk!” teriak Ha Ni.

“Apa yang kau lakukan!”

Tbc….

3 thoughts on “[FF Freelance] A.T (Agent Target ) ~ Ep. 4

  1. Omo! Siapa yg di timpa Hani? kai?luhan?
    Hani beneran banyak yg suka. Tpi ttp aku dukung Hani sama sehun!
    Yg kirim Mawar putih kai kan?
    begitu banyak mistery di chap ini. Hani Bisa liat arwah dan baekhyun jg.
    trus Obat apa yg di maksud sehun?
    Bener2 penasaran sama chap selanjutnya ㅠ.ㅠ kak hae…
    Fighting yah…😊😊

    Liked by 1 person

  2. Maaf kakk baru comment di sini sama yang di ep 1. Aku ketagihan bacanya jadi langsung sekaliguss, kakk sayang banget nih ep 5 gak dilanjutinnn. Lanjutin kak pleaseee, seru tau ceritanya. Dan bahasanya gak alay kok cuma agak typo aja beberapaaa. Lanjutin kakk, aku penasaran banget siapa pelakunya haha dan alhir ceritanya gimana. seneng liat sehun sama hani tau disiniii kekekkeke~ 💞😊

    Like

  3. ahh…. akhirnya ktemu juga. sya tunggu di SKF tpi, engga nongol” juga…

    aduh.. siapa yg ciuman tak disengaja dengan hani..?

    Next chap. thor.. di tunggu.. SEMANGAT.

    Like

tinggalkan balasan