Namitsutiti

Let's enjoy our Fanfiction

[FF Freelance] Heirs In The Trap! Part 8

Leave a comment


Author : Vika Yulia Armaya (@Vyanyx on Wattpad)
Title : Heirs In the Trap!
Cast : Kim Seokjin, OC, Park Jimin, Jeon jungkook
Genre : Romance
Rate : PG
Desclaimer: Semua cast milik Tuhan, Orang Tuanya, BigHit Ent., dan ARMY. Tapi dalam FF ini, karakter milik Author, jadi ini hanya fiktif belaka dan harap dimaklumi ^_^

HAPPY READING—-

Jimin mengerutkan keningnya bingung, menatap sosok Eomma-nya yang sedang duduk di ranjang miliknya. Bukan Eomma-nya sama sekali, masuk ke kamar yang merupakan wilayah privacy miliknya. Sejak kecil Jimin memang terbiasa mandiri, termasuk dalam urusan membersihkan kamar dan tempat tidurnya. Bahkan pakaian kotornya dia cuci dan lipat sendiri sebelum masuk ke lemari. Maka saat Nyonya Park masuk ke kamarnya seperti ini, dia merasakan sesuatu hal yang aneh.

“Eomma…” panggil Jimin berhati-hati.

Wanita paruh baya itu menoleh, raut wajah lembutnya terlihat sendu. Jimin mendekat, duduk disamping wanita kesayangannya itu.

“Kenapa tiba-tiba… Eomma sedang apa di kamarku?”

Nyonya Park mengambil lembut tangan Jimin, mengusap-usapnya sambil menghela napas sebelum akhirnya angkat bicara.

“Jimin, kau tahu… Ketika kau lahir Eomma bahagia sekali. Tambah bahagia karena nyonya juga melahirkan Chae Rin. Eomma merasakan punya dua anak sekaligus saat merawat kalian. Kalian bahkan kadang membuat Eomma pusing karena menangis bersama.”

Nyonya Park berhasil membuat ujung bibir Jimin melengkung. Tadinya dia sempat khawatir, namun raut wajah dan tutur lembut Eomma-nya begitu menenangkan.

“Jim, Chae Rin itu memang pantas untuk kita sayangi. Dia anak yang baik namun tidak cukup beruntung. Dia memiliki segalanya, tapi tidak dengan kasih sayang keluarga yang utuh. Karena itu, Eomma harap kau bisa menyayanginya dengan tulus, sebagai pelayannya, sebagai sahabatnya, sebagai keluarganya, bukan sebagai pria.”

Dengan seketika mata Jimin sedikit membulat. Terlebih ketika Nyonya Park mengeluarkan secarik kertas dari sakunya.

“Kau harus berhati-hati. Jika tidak mampu menjaga isi hatimu yang tertulis di dalamnya, lebih baik musnahkan curahan hatimu di kertas itu, di manapun tempat kau menulis kata cinta untuk Chae Rin.”

“Eomma… Aku…”

Nyonya Park mengusap puncak kepala Jimin, “Kau sudah besar, Jim… Sudah bisa jatuh cinta ya? Ya ampun, putra Eomma…”

Jimin menundukkan kepalanya, “Maaf mengecewakan, Eomma…”

“Jatuh cinta itu tidak salah, Jimin. Hanya saja… Maaf Jimin, Eomma harus katakan ini, tapi kau harus sadar diri. Kita adalah pelayan keluarga Chae Rin. Tapi lebih daripada itu, keluarga Chae Rin itu sangat berpengaruh pada hidup kita, Jim… Kalau saja Nyonya tidak mengupayakan untuk Eomma dan Appa tetap bekerja, mungkin saat itu Appa dan Eomma tidak bekerja disini lagi, hidup kita tidak sebaik sekarang. Kau tidak mungkin bersekolah di tempat yang cukup hebat sampai sekarang, kalau bukan karena mereka…”

“Maaf, Eomma…”

Nyonya Park mengangguk, “Tidak apa-apa, yang penting sekarang, Eomma mohon… Jangan cintai Chae Rin sebagai seorang pria. Cukup kau menyayanginya dan tetap berada di posisimu, oke?”

Pun Jimin mengangguk, “Baiklah, Eomma…”

Nyonya Park meninggalkan Jimin yang masih tertunduk. Tangannya meremas kertas yang dia tulis saat di Indonesia ketika liburan bersama Chae Rin, bibir penuhnya tersenyum.

“Jadi… apakah ini akhir, Park Jimin? Kau bahkan belum memulai,” ucap Jimin lalu menertawai dirinya sendiri.

Jimin benci kondisi ini, dimana pada akhirnya selalu saja tentang status sosial. Tapi dia bisa apa? Terlahir menjadi seorang putra supir dan pelayan yang jatuh cinta pada nona mudanya adalah takdirnya. Menyesali hidup adalah hal terbodoh yang tidak pernah akan Jimin lakukan. Sekalipun dia membenci keadaannya saat ini, dia sama sekali tidak benci dilahirkan oleh keluarga Park.

Maka Jimin mengeluarkan sebuah kartu nama yang seminggu lalu dia dapatkan dari salah satu pengunjung cafe, menatapnya dan menghela napas.

“Aku akan berjuang untuk audisi itu. Aku harus bisa membawa keluargaku hidup lebih baik.”

Jimin menyambar kalender di nakasnya, melingkari tanggal 17 dengan stabilo miliknya.

“Masih bisa bersiap dua minggu.”

*****

Matahari pagi sudah memponggahkan dirinya, bersinar terik padahal masih belum pukul tujuh pagi. Jungkook sudah bersiap, pergi lebih awal hari ini mungkin akan sedikit menghibur sepupunya yang semalaman terus bersedih, pikirnya.

Dengan bergegas, dia menyandang ransel hitam miliknya, keluar dari kamar dan langsung menghampiri pintu kamar Hani.

“Go Hani! Ayo pergi sekolah…” katanya sambil mengetuk pintu yang bertuliskan ‘Hani Cantik’ itu.

Jungkook terlonjak kaget saat melihat gadis yang keluar dari kamar itu begitu mengerikan saat ini. Rambutnya berantakan, mata sembab dan yang paling mengerikan baginya adalah Hani masih memakai piyama.

“Aku tidak sekolah,” kata Hani sambil menyingkirkan helaian rambut yang tadi menutupi matanya.

“Kau sakit?”

Hani menggeleng.

“Kalau begitu kau harus sekolah. Apa kau lupa ada quiz hari ini? Kau tentu tidak mau kan ikut quiz susulan? Kau kan suka menyalin jawabanku!”

“Heol… Memangnya kau pernah mau jawabanmu ku salin? Aku saja harus bersusah payah mengintip.”

Jungkook mendengus kesal. Tapi jawaban Hani seratus persen benar. Jungkook itu tipe yang tidak suka jawabannya di salin orang lain, lebih suka melihat orang lain berusaha keras dengan kemampuan mereka masing-masing.

“Oke. Untuk hari ini aku akan memberikan jawabanku penuh untukmu. Ayolah…”

“Kau ini kenapa sih? Berusaha menghiburku ya?” Hani tersenyum, lalu berjinjit dan mengacak puncak kepala Jungkook, “Aigoo… Manis sekali sepupuku.”

“Sudah cepat mandi dan bersiap. Ah kau ini! Harusnya kalau pergi lebih awal kan kau bisa melihat Sunbae kecintaanmu itu!”

Hani menghela napas, mengingat betapa mengerikannya fakta bahwa Seokjin adalah seorang gay!

“Kau tunggu saja dibawah. Aku akan bersiap secepat mungkin.”

Jungkook mengangguk, melangkah untuk meninggalkan Hani, namun kemudian berteriak, “Go Hani, jangan terlalu lama berdandan! Nanti kita terlambat!”

“Iya!” balas Hani dari balik pintu.

Untuk apa juga aku berdandan, bahkan pria yang ku suka tidak menyukai seorang gadis! -batin Hani seraya bergidik ngeri membayangkan bagaimana Seokjin berhubungan kasih dengan pria berambut landak yang ia temui di Cafe tadi malam.

*****

Chae Rin terpaku saat menemukan Eomma-nya sudah berdiri di depan pintu kamarnya. Matanya menatap lekat, bersedia untuk melihat apalagi yang akan Eomma-nya lakukan padanya hari ini. Namun tubuhnya melemah saat wanita berpakaian rapi ala kantoran itu tiba-tiba memeluknya.

“Kau sudah tidak apa-apa, Chae Rin?” katanya membuat mata Chae Rin memanas. Iya, seperti ini yang Chae Rin inginkan, perlakuan lembut, membuat Chae Rin merasa disayang paling tidak sedikit saja.

Chae Rin tidak menjawab, tidak bisa berkata-kata, takut untuk menangis lagi. Hanya sebuah anggukan kepala sebagai jawaban atas pertanyaan Eomma-nya.

“Ingat pesan Eomma ya sayang. Jadi anak yang manis, sudah cukup, oke?” katanya sambil melepas pelukannya di tubuh Chae Rin. “Chae Rin, dengar… Eomma akan berangkat ke L.A hari ini. Mungkin akan kembali bulan depan. Eomma dan Tuan Jeon sudah mengatur kembali pertemuan kita. Ingat, jangan lakukan hal bodoh lagi, dan akhiri hubungan percintaanmu dengan Jeon Jungkook, oke?”

Chae Rin hanya mengangguk. Tidak mau memberi pernyataan dan pembenaran atas kesalahpahaman yang terjadi pada Eomma-nya.

“Bagus. Oh iya, kau mau dibelikan apa dari L.A?”

“Tidak. Aku tidak ingin apapun.”

“Chae Rin, please… Kau tidak pernah meminta apapun dari Eomma.”

Eomma Chae Rin menghela napasnya, lalu melirik jam.

“Eomma pergi ya… Maaf tidak bisa mengantarmu ke sekolah. Oh iya, Eomma akan membelikanmu barang-barang terbaik di Rodeo drive. Kau pasti akan suka. Nanti chat saja Eomma jumlah teman-teman di kelasmu, akan Eomma belikan juga untuk mereka, oke?”

Chae Rin menatap nanar pada Eomma-nya yang langsung buru-buru pergi setelah mencium keningnya.

“Bahkan Eomma tidak melihat luka ditanganku yang sudah dia buat tadi malam!” lirih Chae Rin sambil menatap plaster yang menutup luka di pergelangan tangannya.

Chae Rin mendengus kesal, lalu memilih menuruni tangga, bersiap untuk berangkat ke sekolah.

“Nona… Sarapannya sudah siap,” ucap Nona Shin di jawab gelengan oleh Chae Rin.

“Sedang tidak nafsu,” jawab Chae Rin membuat raut muka Nona Shin panik.

“Nona mau makan apa? Aku akan katakan pada chef untuk membuat ulang masakannya.

“Tidak. Tidak usah Nona Shin. Tenang saja, aku baik-baik saja. Kalau lapar, aku akan makan di sekolah.”

Chae Rin berlalu dari hadapan Nona Shin yang menatap cemas, teringat bahwa Nona mudanya itu bahkan melewatkan makan malam juga kemarin.

Kening Chae Rin berkerut saat melihat mobil sedan mewah berwarna hitam yang bergerak masuk dari gerbang menuju kearahnya yang saat ini sedang menunggu Tuan Park mengambil mobil untuk mengantarnya.

“Mobil siapa?” tanya Chae Rin pada dirinya sendiri.

Matanya terbelalak saat pria maha tampan yang keluar dari Black-Audi itu adalah sosok Sunbae-nya, Kim Seokjin.

Seokjin tersenyum dan berjalan menghampiri Chae Rin yang mematung, masih mengagumi betapa sempurnanya pria yang kini tiba-tiba saja ada dirumahnya.

“Hai…” sapa Seokjin sambil tak henti menebar senyumnya.

“H-hai…” sahut Chae Rin gugup. “Oppa, kau sedang apa disini?”

“Menurutmu sedang apa?” tanya Seokjin dengan tatapan yang rasanya hampir membuat Chae Rin pingsan.

“Aku tidak tahu, Oppa…”

Seokjin mengacak puncak kepala Chae Rin, lembut sambil tertawa ringan. “Kau polos sekali, Chae Rin. Membuat gemas saja. Aku ingin menjemputmu. Pergi bersama ke sekolah, yuk?”

“Hah?”

[]

tinggalkan balasan