Namitsutiti

Let's enjoy our Fanfiction

[FF Freelance] Dream in The Last Spring

30 Comments


g

Cast : Oh Sehun EXO | Park Jiyeon T-Ara

Genre: Romance, school life

Rating: Teen

Length : One Shoot

Written by Okhara, cover by Kim Rhenna.

 

“Dedicated for IZURA KANZO, someone who’s special with her kindness. Thanks for your help.”

 

_o0o_

 

Harapanku…

Musim semi ini akan berakhir dengan indah seperti ketika aku menatapmu.

-Dream in The Last Spring

 

_o0o_

 

“Cinta itu konyol ya?”

 

“Kau sedang bicara apa?”

 

Yaaak! Park Jiyeon! Kenapa kau polos sekali!” Ji An, gadis dengan bandana di kepalanya itu menepuk jidatnya dengan gemas. “Pantas saja kau tak pernah jatuh cinta, kau benar-benar tak mengerti tentang itu semua ya?”

“Ji An, maaf, aku ingin kembali ke kelas,”

 

Ji An mendelik kesal karena ucapan gadis itu. Dilihatnya Jiyeon sudah beranjak dari bangkunya. Meninggalkan semangkuk ramen yang masih tersisa setengah di mejanya. Lalu berbalik badan dan mulai melangkah pergi.

 

“Hei! Jiyeon! Bahkan kau tak menghabiskan ramenmu! Jiyeon!”

 

Yang dipanggil hanya menoleh sekilas. Selebihnya, ia hanya terfokus untuk terus berjalan keluar meninggalkan kantin sekolahnya. Meninggalkan Nam Ji An lebih tepatnya.

 

Kepala Jiyeon terasa pening karna terus-terusan mendengar celotehan Ji An yang tak ada habisnya. Cerita soal cinta tak pernah sekalipun membuat hatinya bergejolak untuk sekedar penasaran maupun membuatnya ingin mengoreknya lebih jauh atas itu. Hal cinta baginya adalah sesuatu yang bersifat tabu yang sulit dimengerti. Cinta tak pernah benar-benar membuat hidupnya bahagia. Ia hanya mengenal kasih sayang dari orang tuanya. Lainnya, ia tak mengenal apa itu cinta, apalagi rasa cinta dengan lawan jenis. Jiyeon bodoh soal itu.

 

Kaki panjangnya kini menelusuri koridor di sepanjang ruang kelas. Mengingat ini adalah musim dingin, mau tak mau ia harus berjalan lebih cepat dari biasanya. Meski lelah, setidaknya ia tidak membiarkan kedua kakinya ini membeku. Ia tidak mau sesampainya di kelas nanti dia justru bertambah lemas karena mengeluh kedingingan. Itu akan mempengaruhi daya konsentrasinya untuk belajar. Yang kemudian akan berdampak pula pada nilai-nilainya.

 

Fyyuuh~”

 

Jiyeon menatap sekitarnya. Mendapati beberapa teman di kelasnya memiliki kesibukannya masing-masing. Kegaduhan khas anak sekolah mengisi keheningan di batinnya. Sayang, dia adalah murid yang pendiam. Ia benar-benar anak yang kurang pergaulan. Andai saja dia punya sedikit keberanian untuk menghampiri mereka. Pasti dia akan memiliki teman lain selain Ji An. Yang akhirnya mampu menyelamatkannya dari ikatan Ji An dalam sebuah cerita aneh berjudul cinta. Sebuah bab dongeng yang selalu memekakkan telinga setiap ia mendengarnya dari bibir gadis itu.

 

“Hei, Park Jiyeon? Kau sudah makan? Mau bergabung dengan kami?”

 

Gadis yang tengah duduk di bangkunya seorang diri itu menoleh terkejut. Mendapati beberapa kawannya tersenyum dan mengajaknya mengobrol bersama. Awalnya Jiyeon merasa senang karena diperhatikan. Tapi…

 

“Kenapa dia memandang kita seperti itu? Dia dingin sekali ya?” mereka pergi. Membuat Jiyeon mengernyit dalam batinnya. Bukankah dia belum menjawab apapun? Kenapa mereka pergi begitu saja? Mengerjainyakah?

 

_o0o_

 

Kesal dengan Jiyeon, Ji An pun meninggalkannya tepat setelah bel pulang sekolah berbunyi. Lagi-lagi Jiyeon tak bisa mengatakan apapun untuk sekedar membuat gadis itu memaafkannya. Jangankan berlari menyusulnya, Jiyeon bahkan terlalu takut untuk meminta maaf. Ah, mungkin maaf saja tidak cukup. Mungkin ia harus mempelajari soal cinta juga. Itu akan lebih memudahkannya untuk mendapatkan maaf dari gadis itu. Dan Jiyeon merasa geli memikirkan hal itu.

 

“Kau… seaneh itukah?”

 

Jiyeon mendelik. Lalu menoleh cepat mendapati pria yang tengah berjongkok di bangku halte di sampingnya menatapnya heran. Laki-laki itu tampan. Begitu ia menyusuri bagaimana garis wajah itu terbentuk dengan indah di wajahnya. Membuat Jiyeon kesulitan menelan ludah karena jaraknya yang terlalu dekat dengan pria itu.

 

“Ka..kau siapa?”

 

“HA? Kau benar-benar tak mengenalku?

 

Jiyeon tersentak. Meski wajahnya tetap datar, lelaki itu tahu bahwa ia tengah menyembunyikan rasa keterkejutannya. Terlihat dari ekspresi pria itu yang lantas memalingkan muka dan berdecak tak percaya. “Kau benar-benar mengerikan Park Jiyeon,”

 

“A..emm..”

 

“Oh Sehun! Bagaimana mungkin kau tak mengenaliku? Apa ini efek karena aku duduk di depan bangkumu sehingga kau tak mengenali rupaku?” lelaki yang mengaku bernama Sehun itu berdecak. Kembali memalingkan muka dengan kesal. “Ah, sudahlah, sampai jumpa gadis datar,”

 

Sehun beranjak. Mengenakan sepasang earphone di telinganya dan naik ke salah satu bus yang berhenti di depan halte yang ia tunggui. Gadis itu tak juga mengalihkan pandangannya. Ia terus menatap Sehun yang juga masih menatapnya dengan kesal dari dalam bus. Jiyeon menghembuskan nafas penuh sesal.

 

“Bahkan dengan teman sekelaspun aku gagal mengenali,” runtuk Jiyeon setelah menyadari sekitarnya benar-benar sepi. “Astaga! Kenapa aku masih disini? Harusnya aku juga naik di bus yang sama! Bodohnya!” kejut Jiyeon yang terlonjak hebat menyadari kebodohannya. “Aku harus menunggu berapa lama lagi?”

 

_o0o_

 

“Ji Aann…” meski berat, Jiyeon harus melakukan ini. Dia gugup dan takut setengah mati membujuk gadis itu untuk memaafkannya. Namun sampai hati, Ji An tak juga merespon perkataannya. Gadis itu memilih diam pura-pura tak mengerti. Atau lebih tepatnya, sengaja tak ingin mendengar apapun darinya. “Kau benar-benar tak mau…”

 

“Aku ingin sendiri Jiyeon, bisakah kau meninggalkanku? Aku masih kesal,”

 

“Maaf, tapi aku…”

 

“Perbaiki sikapmu itu Jiyeon. Wajah datar dan cuekmu itu membuatku kesal!” Ji An beranjak dengan cepat. Mendorong mejanya dan berderap pergi meninggalkan Jiyeon yang masih ada di sana menunggunya. Lagi-lagi Jiyeon yang bersalah.

 

Gadis itu masih memasang wajah datarnya untuk mengiringi kepergian sahabatnya. Membuat Ji An semakin geram ketika menyempatkan diri menoleh sekilas ke arahnya. Gadis pendiam itu benar-benar tak memiliki sedikitpun keinginan untuk mengejarnya. Dia hanya berdiam diri di tempat yang sama. “Apa mungkin dia tidak bernafas juga? Menyebalkan,”

 

.

 

Kepergian Ji An membuat Jiyeon semakin bingung. Dengan kepala pening gadis itu berjalan lunglai ke arah mejanya. Mendudukkan diri dengan hati kacau penuh dengan rasa sesal. Sedangkan matanya menatap kosong bangku di hadapannya. Ia benar-benar telah pasrah dilakukan seperti ini oleh gadis itu. Teman tak selamanya menyenangkan, kadang ada pula saat-saat yang seperti ini. Yang akhirnya menjadi beban dan menghambat semuanya. Tidak semuanya. Hanya saja, mungkin akan lebih membutuhkan pengorbanan dan sedikit menguras otak untuk membujuknya. Lihat saja nanti.

 

“Sekarang Ji An meninggalkanmu ya?”

 

Jiyeon tersentak. Baru menyadari kehadiran seseorang di hadapannya. Mungkinkah dia mengamati keributannya sedari tadi? “Oh Sehun?” lirihnya hampir tak bersuara.

 

“Kau seperti mayat hidup Park Jiyeon, hahaha. Sekali-kali kau harus di bully agar menangis. Wajahmu itu membuat orang-orang menjadi membencimu!” Jiyeon mengernyit. Menatap sangsi Sehun yang tengah menertawakannya dengan asyik. “Hei, apa kalian benar-benar bermusuhan?”

 

Jiyeon menggeleng. Lalu menunduk murung.

 

“Hei..hei! Aku tak bermaksud membuatmu benar-benar menangis. Bagaimana jika aku membantumu membujuk Ji An? Yaa… agar kau tak kehilangan teman lagi,”

 

Jiyeon mendengak antusias. Ada sedikit binar yang terang dimatanya.

 

“Sekarang matamu berbinar-binar. Mengesankan,”

 

“Maaf, tapi aku tak perlu bantuanmu, aku bisa…”

 

“Kau ini benar-benar tak bisa menghargai tawaran seseorang ya?” Sehun berdecak. “Kemarin kau tak mengenaliku, sekarang kau menolak tawaranku. Percuma saja,”

 

Sehun beranjak. Meninggalkan Jiyeon yang lagi-lagi hanya diam mematung. Gadis itu benar-benar merasakan dirinya sangat menyebalkan. Entah sudah senista apa orang-orang memandangnya kini. Padahal dia tahu Sehun bermaksud baik. Tapi kenapa…

 

“Jiyeon, jika kau seperti ini terus, kau tak akan punya teman,”

 

Jiyeon tercekat. Hanya terdiam memandang punggung Sehun yang mulai menjauh dan memilih ikut berkumpul dengan teman-temannya yang lain. Dari jauh Jiyeon tahu teman-teman sekelasnya itu mulai membicarakannya. Menertawakan Sehun yang telah ia tolak mentah-mentah. Entah kenapa, ia sangat menyesal dengan perkataannya tadi.

 

_o0o_

 

Pulang sekolah adalah momentum terbaik bagi para siswa. Selain jam istirahat tentunya. Namun persepsi itu tak mendapat tanggapan baik dari Jiyeon. Gadis itu masih saja sibuk berkutik dengan buku-bukunya. Entah apa yang sedang ia lakukan. Yang justru membuat Ji An semakin kesal karena merasa tak dipedulikan. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Ji An meninggalkan Jiyeon lagi seperti kemarin.

 

“Kau tahu? Ji An sudah pulang meninggalkanmu,”

 

Jiyeon terlambat mendongak. Hanya mendapati Sehun yang sudah berjalan menjauhinya. Jiyeon lagi-lagi hanya mampu menghembuskan nafas. Dia benar-benar bingung harus berbuat apa.

 

“Sehun! Oh Sehun!!”

 

Sontak Jiyeon membekap mulutnya. Terkejut sendiri menyadari apa yang sedang ia lakukan. Dilihatnya Sehun telah berbalik dan menunggunya berbicara. Tapi gadis itu tak kunjung mengatakan apapun dan malah membuat Sehun kembali berbalik. “Eh, Oh Sehun! Tunggu!”

 

“Kau ini mau bilang apa? Kenapa hanya diam dan menatap datar seperti itu?” ujar pria itu menahan kesal.

 

“A..aku.. aku mau meminta bantuanmu,”

 

Sehun meringis. Menatap geli gadis di hadapannya yang kembali menundukkan kepala dengan perasaan payah. “Baiklah,” ucap Sehun yang dengan ringan mengangkat tangannya dan mengusap gemas puncak kepala gadis itu.

 

Jiyeon mendengak. Merasakan darahnya berdesir dari ujung ubun kepala dan jatuh ke seluruh tubuhnya. Sengatan layaknya listrik itu membuat tubuhnya bergetar tiba-tiba. Jantungnya mulai melambat. Mendapati kedua pasang iris mata itu menatapnya lembut. Oh Sehun, entah kenapa laki-laki yang harusnya telah ia kenal sejak lama membuatnya menjadi gadis yang baru saja terlahir kembali. Jiwanya terasa ringan dan bebas. Ada sesuatu yang bergejolak yang sulit dijelaskan. Entahlah ini apa.

 

“Se..hun,”

 

“Besok datanglah lebih awal dan temui aku di perpustakaan. Kau mengerti?”

 

Jiyeon mengangguk-angguk dengan patuh. Sekalipun tak merubah arah pandang matanya. Sehun benar-benar tampak silau sekarang.

 

_o0o_

 

Karena aku tak dapat mengingkari,

melawan gerakan ruang matamu

yang diam-diam dan sorot matamu yang lembut. –EXO, Don’t Go

 

“Sehun, Kenapa perasaanku seaneh itu padanya?”

 

Relung-relung hatinya entah kenapa mulai bernyanyi lirih. Sejumlah pertanyaan aneh mulai silih berganti menghampiri otaknya. Tubuhnyapun sedari tadi masih saja bergetar. Ini bukan karena hawa dingin di akhir musim dingin. Rasanya berbeda. Ini pasti karena sentuhan itu.

 

Nafasnya terhembus. Membentuk gumpalan uap seputih ektoplasma yang lalu membentur kaca di hadapannya. Menciptakan embun tipis pada permukaan dingin dan membeku. Ini gila. Efek yang ditimbulkan oleh si sengatan aneh tadi membuat Jiyeon sulit berfikir jernih. Ia melamun. Memandang keluar jendela kamarnya menyaksikan ribuan butiran es bernama salju itu merinai turun.

 

“Aaaah! Sudah! Aku tidak mau memikirkannya lagi!”

 

Jiyeong menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Mencoba terlelap lebih dini karena rasa lelahnya. Berharap satu kejadian tadi tak akan terulang lagi. Tepatnya, tak akan lagi membuatnya terbayang-bayang dan berhalusinasi aneh.

 

_o0o_

 

“Sehun?”

 

Sehun menoleh. Bukan karena mendengar suara lirih hampir tak terdengar itu. Tapi karena hawa kedatangan seseorang yang mengusiknya mendengarkan musik. Sehun tersenyum. Memandang gadis yang tampak sangsi menyongsong dirinya. Sehun melepas setengah kabel earphone yang sengaja dipasangnya di sebelah telinga. Lalu melambaikan tangan untuk memastikan siapa yang dia lihat.

 

“Hei yoo! Bagaimana kabarmu?”

 

“Ba..baik,” Jiyeong menelan ludah. Perkataan Sehun seolah menganggap mereka telah lama tak bertemu. Miris. Ini sebuah ironi yang kejam.

 

“Jadi, apa yang harus kulakukan untukmu hm?

 

“A…aku, aku hanya ingin meminta bantuanmu untuk membujuk Ji An memaafkanku.”

 

“Itu saja?”

 

Jiyeon mengangguk. Tanpa sadar wajahnya bersemu merah. Ia sendiri tak tahu mengapa. Aneh, dan sesekali ia dapat merasakan jantungnya berdegup tak wajar. Rasa gugup yang timbul ini sangat mengganggu dirinya. Lekas-lekas, Jiyeon memalingkan muka. Menunduk menatap sepatunya sendiri.

 

“Kau kenapa Jiyeon?”

 

“Tak apa. Aku ingin segera ke kelas,”

 

Jiyeon berbalik. Tak menghiraukan bagaimana Sehun menatapnya terheran-heran. “Hei! Kau mau kemana?” Jiyeon berhenti melangkah. Perlahan kembali menoleh untuk sekedar mengetahui apakah Sehun memanggilnya. “Setidaknya kau bawa ini dan berikan pada sahabatmu itu,” DUK!

 

Gadis itu meringis seraya menahan benda besar di atas kepalanya. Sebuah buku. Tak salah kan? Sehun baru saja memberikan buku ini dengan mengetukkannya di atas kepala Jiyeon.

 

Sejenak Jiyeon mendengakkan kepalanya. Mendapati lelaki itu telah berderap pergi seraya memasukkan kedua tangannya ke kantung celana. Sementara Jiyeon terbengong-bengong dengan buku tebal yang tertimang di tangannya. “Novel? Novel cinta?!”

 

Seketika Jiyeon mengingat sesuatu yang membuatnya semakin gemas dengan dirinya sendiri. Ji An adalah gadis penggila cerita-cerita romansa. Pastilah mudah membujuk gadis itu dengan iming-iming akan meminjamkan novel roman ini dengan cuma-cuma. Tapi sekalipun pikiran itu tak pernah terbesit dari otaknya. Jiyeon benar-benar keterlaluan.

 

.

 

Menyusul naiknya matahari ke ujung langit, Jiyeon berderap cepat menuju ke lapangan sepak bola. Tubuhnya berguncang dengan tak tenang. Tapi sudut bibirnya terangkat dengan sempurna. Gadis itu lega. Pagi tadi ia memberikan buku itu tanpa merayu Ji An lebih dahulu. Rupanya itu adalah novel keluaran terbaru yang amat dinantikannya. Jiyeon sendiri tak berhenti merasa tercengang. Ji An tanpa berkata-kata soal kejadian kemarin, langsung memeluk Jiyeon dan berteriak bahagia. Semua ini berkatnya. Semua ini berkat Sehun.

 

“Se…hun..”

 

Lelaki itu berlari seraya mengiring bola. Bulir-bulir keringat tampak memenuhi sisi wajahnya. Kemejanya sedikit berantakan. Tapi tawanya seolah menghalau semua kekacauannya. Laki-laki itu tampak bersinar di bawah naungan sinar matahari. Yang perlahan suaranya membuat dada Jiyeong berdetak cepat lagi. Gadis itu menunduk. Perlahan menekan dadanya yang bersuara tak wajar. Entahlah, ini seperti sindrom.

 

“Kau?”

 

Jiyeon mendengak terkejut. Mendapati Sehun berjalan perlahan ke arahnya. Entah kenapa Jiyeon justru melangkah mundur. Membuat Sehun mengernyit karna heran. “Ada apa?” suaranya terdengar cemas. Seiring dengan naik-turun nafasnya yang tersengal-sengal. Bukankah dia baru saja bermain bola?

 

“Aku… terimakasih,”

 

Sehun tersenyum. Mengangkat tangannya dan menepuk kepala Jiyeon sekali. “Sama-sama,”

 

Gadis itu mengernyit. Tak mengerti mengapa laki-laki itu justru mengatakan hal demikian sebelum ia menjelaskan apa yang telah terjadi. Segenap jiwanya bernyanyi lirih. Bukan karna perkataan yang dilontarkan Sehun padanya. Bukan juga karena sentuhan tangan yang hanya sekali itu. Tapi bibirnya. Bibir manis itu membentuk simpulan sempurna bernama senyuman. Membuat Jiyeon yang hanya menatapnya kini kembali bersemu merah. Gadis itu menunduk. Lalu kembali melangkah mundur dengan amat perlahan.

 

“Baiklah, permisi,”

 

Ia berlari. Tak peduli bagaimana sisa hawa dingin di akhir musim ini menggelitik di antara sela-sela kulit tubuhnya. Oksigen yang menjadi sumber hidupnya semakin sulit ditarik ke dalam tubuhnya. Nafasnya tersengal. Ia berhenti di depan pintu perpustakaan dan menghela nafas dalam-dalam.

 

“Aku yakin ini bukan itu,”

 

Jiyeon panik. Segera membuka kenop pintu di hadapannya dan melangkah masuk. Arah tujuannya adalah ke arah rak buku yang paling menjadi rak buku favorit para gadis. Menelisir jajarannya dan berhenti di satu titik. Sebuah buku dengan judul konyol yang awalnya menjadi bualan dalam pikirannya saja. Tapi saat ini, dia benar-benar membutuhkannya.

 

“Tunggu,” gerakan tangannya yang hendak mengambil buku itu terhenti. “Ini konyol, aku tidak mau terjerumus dengan hal-hal seperti ini,”

 

Jiyeon berdecak sesaat. Kemudian berbalik dan berderap pergi. Ia yakin perasaan bodoh ini benar-benar salah.

 

_o0o_

 

Hari-hari selanjutnya persahabatan antara Jiyeon dan Ji An berjalan seperti biasa. Seperti biasa pula Jiyeon harus menerima asupan harian berbentuk cerita berjudul cinta. Ia hampir gila mendengar semua itu. Dan setiap kali ia berusaha mendengarkannya, Ji An akan memukul jidatnya karena wajahnya yang datar dan tampak tak tertarik. Tapi mau bagaimana lagi? Jiyeon benar-benar tak mengerti soal itu.

 

.

 

“Jiyeon?”

 

Gadis itu menoleh. Tersentak mendapati Sehun menyengir ke arahnya. “Kau?”

 

“Kau lupa padaku lagi?”

 

Jiyeon menunduk malu. Ia tahu beberapa hari lalu ia sama sekali tak mengenali pria itu. Tapi sekarang, dia akan terus teringat karna suatu hal. Ia menggeleng. Lalu kembali menatap Sehun.

 

“Nah, baguslah,”

 

Tak lama kemudian bus datang tepat di depan halte yang mereka tunggui. Sehun maupun Jiyeon sama-sama bangkit dengan tergesa. Keduanya saling menatap satu sama lain. Lalu mengernyit bingung.

 

“Kau juga naik bus ini?” tanya Sehun sangsi. Jiyeon mengangguk. Sedikit malu mengingat kemarin ia tak naik di satu bus yang sama. “Hahaha, baguslah, ayo!”

 

Sehun menarik tangannya. Sontak membuatnya kembali merasa tersengat. Entahlah, Jiyeon merasa jantungnya serasa ingin meledak.

 

.

 

Malamnya Jiyeon kembali kesulitan tidur. Ya. Salah satu hal yang selalu ia sembunyikan rapat-rapat. Diam-diam ia menulis sesuatu di selembar kertas. Seperti sebuah catatan harian yang ia tulis dan lalu dirobek-robeknya setelah selesai ia baca kembali. Ini soal pikirannya. Bukan perasaan. Dan itu telah terjadi di sepanjang awal musim semi ini.

 

Jiyeon masih tak mengerti. Mengapa perasaan aneh itu terus membelenggu dirinya. Sementara sindrom-sindrom yang lain mulai bermunculan seperti wajahnya memanas dan bersemu merah. Atau mungkin, dia akan memiliki keinginan untuk menjerit ketika menatapnya. Bahkan terkadang, setelah menatapnya, dia tak akan bisa melepas tatapan itu lagi. Ah.. pria itu.

 

“Apa yang terjadi?” bisiknya dengan frustasi. “Kenapa aku terus memikirkan Oh Sehuuun?!!”

 

Kau memanggil namaku, kemudian menghampiriku

Sungguh mengagumkan, seperti kilatan cahaya

Kau mengisi seluruh memoriku ketika aku menatapmu

Sekarang duduklah di sampingku dan dengarkan ceritaku –EXO, Call me baby

 

_o0o_

 

“Melamun?”

 

Jiyeon tersentak. Terkejut karena tiba-tiba Sehun muncul di hadapannya. “Hei? Kenapa menatapku seperti itu? Kau tak ingin menyapaku huh?

 

“Se..hun?”

 

Jiyeon menelan ludah. Mengangkat tangannya dan menekan dadanya yang lagi-lagi mulai memburu dengan cepat. Laki-laki tampan itu seolah menyadarkannya dari gelapnya kesepian. Ia tampak terang lewat pantulan sinar mentari di musim semi. Membuat hatinya tercelus ke dalam tatapan sepasang manik mata yang gelap itu.

 

“Jiyeon?”

 

“Ah!”

 

“Kau aneh sekali?” Sehun mengernyit. Sementara sebelah tangannya mulai naik dan menempelkan punggung tangannya tepat ke jidat Jiyeon. Gadis itu tersentak bukan main. “Kau sakit? Suhu tubuhmu…”

 

Nafas Jiyeon terasa sesak. Tubuhnya kembali tersengat. Ia bergetar dengan aneh. Dan tiba-tiba beranjak membuat Sehun terkejut. “Hei! Kau mengejut..”

 

“Maaf Sehun, aku ingin ke kamar mandi,”

 

.

 

Aroma khas musim semi membawa ketertarikannya tersendiri. Sementara hangatnya yang menyenangkan memberikan kenyamanan bagi setiap orang yang menikmatinya. Tapi yang dilakukan Jiyeon kali ini bukanlah untuk menikmati musim semi seperti halnya orang-orang kebanyakan. Ia memang sedang duduk-duduk di taman seorang diri. Tapi hanya sekedar untuk meredakan degupan aneh pada hatinya.

 

Sepergiannya dari Sehun tadi, ia tak lantas menuju ke kamar mandi. Tapi perpustakaan. Yang tanpa berfikir panjang lagi ia segera mengambil buku itu dan membacanya dengan cepat. Faktor terbesar yang membuatnya semakin sulit berfikir jernih. Buku itu, buku yang berjudul ‘Bagaimana orang jatuh cinta’, telah membuatnya tak urung menjadi sama seperti Ji An. Gadis yang tengah dirundung hal bernama cinta. Apa bedanya sekarang dia dan Ji An? Lagipula dia sudah mengakuinya.

 

Dia, Park Jiyeon, telah jatuh cinta dengan Sehun.

 

Setangkai bunga naik di langit, bunganya musim semi di tanah

Kamu tidak bisa menghentikannya, itu sudah diputuskan sejak awal

Hatiku tertarik padamu (cinta)

Saat napasmu menyentuhku, aroma kamu mewarnaiku

-EXO(Baekhyun), Beautiful

 

_o0o_

 

Seperti halnya orang yang jatuh cinta, Jiyeon tak berhenti memfokuskan pandangannya pada Sehun. Ia tersenyum kecil. Merasakan degupan indah ini mengisi relung-relung hatinya. Ia baru tahu sekarang. Cinta, seindah ini rupanya. Meski ia tak percaya perasaan ini akan abadi seperti halnya kasih sayang kedua orang tuanya. Tapi apa yang tengah menghiasi perasaannya ini, ia percaya, Sehun telah berhasil mengenalkannya pada perasaan yang penuh cita rasa ini.

 

Jiyeon tersentak. Menatap dari jauh bagaimanan Sehun melambaikan tangan ke arahnya. Ia menilik ke segala arah. Mencari-cari adakah orang di sekitarnya. Tapi dia sedang sendiri. Tak ada seorangpun yang lewat di hadapannya maupun di belakangnya. Jiyeon kembali memandang Sehun. Membuat tatapan mereka saling bertemu. Dilihatnya Sehun –yang saat itu sedang bermain sepak bola–, menertawakan kepolosannya. Jiyeon kembali bersemu merah.

 

Hatiku (berubah putih)

Lalu pipiku (menjadi merah)

Mata kita yang bertemu (begitu hitam)

Kemudian langit (berubah kuning)

Semua berubah warna

-EXO, First Love

 

_o0o_

 

“Sehun?”

 

“Nde?”

 

Pria itu menoleh. Mendapati Jiyeon menatapnya dengan gugup. Sedetik kemudian, gadis itu menyerahkan sesuatu. Bentuknya bulat dengan hiasan pita kecil di ujungnya. “A.. ada sedikit oleh-oleh untukmu, ayahku baru saja datang dari Jepang,” Jiyeon menggaruk tengkuknya. Berbohong bukan hal yang mudah untuknya. Ia melirik Sehun. Mencari tahu bagaimana reaksi lelaki itu dengan barang pemberiannya.

 

“Waah, terimakasih,” Sehun tersenyum selebar mungkin. Mengangkat tangannya dan menepuk kepala Jiyeon sekali. “Kau sudah semakin berkembang Jiyeon, kuyakin kau pasti akan banyak teman setelah ini,”

 

Jiyeon tersenyum kecil. Bukan senang karena ucapan Sehun. Tapi karena sesuatu yang lebih indah di hatinya.

 

_o0o_

 

“Sehun!”

 

Lelaki itu tak menoleh. Di kedua telinganya terpasang earphone. Alasan mengapa lelaki itu tak menoleh ketika Jiyeon memanggilnya. Gadis itu hanya diam. Memperhatikan lelaki itu dari samping. Tersenyum lembut menikmati wajah tampan yang indah itu.

 

“HA!”

 

“Eh?” Jiyeon ikut tersentak. Gadis itu memang keterlaluan karena telah membuat Sehun terkejut. Tapi pria itu sama sekali tak mengomel padanya. Ia justu tertawa seraya mengusap-usap kepala Jiyeon.

 

Entah sejak kapan mereka menjadi sedekat ini. Meski masih merasa canggung berdekatan dengan pria itu, Jiyeon rela melakukannya. Semata-mata untuk membunuh rasa anehnya setiap berjauhan dengan pria itu. Ini gila. Jatuh cinta telah merubah semua pemikirannya.

 

“Hahaha, ada apa?”

 

“Ji An marah,”

 

“Lagi?” Sehun melepas sebelah earphonenya lagi. “Kenapa?”

 

“Dia tidak suka oleh-oleh yang lalu kuberikan padanya, dia ingin bingkisan milikmu itu untuknya.”

 

“Ha? Tapi aku sudah memakannya?!” pekik Sehun bingung. Lelaki itu menggaruk tengkuk.

 

“Kau memakannya?!” Jiyeon kali ini yang memekik.

 

Mata Sehun membulat sempurna. Lalu tertawa renyah. “Hei, apa-apaan ekspresimu itu?” Jiyeon mengernyit. “Wajahmu sudah tak datar lagi rupanya,”

 

“Aku… aku ingin merubah sikapku agar tidak dibenci orang,”

 

“Hei, itu bagus sekali!” Sehun menatap lurus ke depan kembali setelah ia tahu ia tak lagi mendapat respon. Tiba-tiba ia teringat. “Kau mau dengarkan musik?”

 

“Musik?” Jiyeon membeo. Meski ragu dan malu, gadis itu akhirnya mengangguk pelan. “Ini lagu apa?” tanyanya seraya membantu Sehun memasangkan earphone ke sebelah telinganya. Jiyeon terkejut. Tak sengaja jarinya bersentuhan dengan jari Sehun yang tengah membenahi letak rambutnya. “Maaf, terimaka… EXO!” pekik gadis itu tiba-tiba.

 

“Kau tahu lagu ini juga rupanya, hahaha,”

 

“Aku… aku ini seorang fans,”

 

Jiyeon ikut menatap lurus menikmati musik yang sama yang didengarkan Sehun. Keduanya terdiam seraya menatap hamparan birunya langit di atas gedung sekolah. Tak khayal mereka mulai berdendang bersama. Menghirup dalam-dalam hangatnya aroma khas musim semi.

 

“Lagu ini selalu membuat jiwaku tenang, lebih hangat ketimbang musim semi maupun musim panas,” Jiyeon menoleh. Sementara Sehun terus menatap ke depan. Ia makin mirip dengan idolanya sekarang. Salah satu member grup EXO. Tampan. “Kau tahu? Lagu ini memberikanku kehangatan. Serasa seperti memelukku di kala musim dingin. Menyejukkanku ketika musim panas. Memberikan keindahan di kala musim meranggas tiba. Dan lainnya, aku mendengarkannya untuk menemaniku di musim berbunga,”

 

“Kau memiliki kenangan dengan lagu ini?”

 

“Kau benar,” tatapan Sehun kembali menerawang. “Selama empat musim aku melewatinya seorang diri. Jatuh bangun dalam kenangan yang sulit kuingkari. Janji itu membuatku lupa. Betapa masih berartinya hidupku ini, meski tanpanya,” Jiyeon tercekat. Matanya membulat lebar-lebar. Siapa yang dimaksud Sehun itu? “Tapi sekeras apapun aku berusaha melupakannya, itu hanya akan menjadi beban buatku karena aku masih sangat mencintainya,”

 

APA? SIAPA?

 

Jiyeon menoleh. Tatapan matanya mulai bergerak dengan aneh. Ada sesuatu yang hendak keluar darinya. Entahlah. Apa itu air mata?

 

“Akhir musim semi ini ia akan kembali ke Seoul, aku tahu dia akan bersekolah di sini setelah tiga tahun ia berada di China. Dan saat itulah aku akan meminta kembali jawabannya, masihkah ia mengingatku atau tidak. Harapan yang selalu kupendam setiap musim berbunga ini berakhir, dia berjanji padaku,”

 

“Dia.. siapa?”

 

Sehun menoleh. Menatapnya dengan jenis tatapan yang lain. Sebuah tatapan nanar penuh kerinduan dan kesepian. Ada beban yang berat dalam tatapannya. Dan itu membuat Jiyeon merasakan sesak tepat di ulu hatinya. “Dia masalaluku di bulan December,”

 

Jiyeon menunduk. Senyumnya terangkat dengan perlahan. Lagi-lagi ia mengucapkan terimakasih lewat bisikkan di hatinya kepada Sehun. Yang telah mengenalkannya sekali lagi soal rasa bernama cinta. Bahwa cinta, adalah alasan mengapa wanita bisa meraung-raung setiap malam, merasakan sakit pada hatinya, ketika tahu cinta yang tertanam dan tumbuh itu, tak mungkin bisa terbalaskan.

 

Keegoisanku, yang hanya memperdulikan diri sendiri

Kejamnya aku, yang tidak menyadari semua perasaanmu

Aku bahkan tidak percaya, bisa menjadi seperti ini

Cintamu senantiasa mengubahku

-EXO, Miracle in December

 

_o0o_

 

Langkah Jiyeon mulai tertatih. Lalu dihempaskannya tubuh keras-keras ke atas ranjang. Menatap langit-langit kamarnya yang tampak kelam. Pandangannya mengabur. Yang perlahan mulai muncul butiran-butiran familier yang ia kenal air mata. Ia tak tahu bahwa akan sesakit ini rasanya cinta. Entahlah ia akan menyesal atau tidak. Tapi untuk mundur, rasanya sudah terlambat sekali. Jiyeon menakupkan muka dengan kedua tangannya. Menangis sesenggukkan seiring dengan gerakan tubuhnya yang terguncang hebat. Ia kesal. Ia kesal harus merasakan yang seperti ini.

 

_o0o_

 

“Jiyeon!” gadis itu menoleh. Mendapati Sehun berlari kearahnya dengan wajah riang bukan main. “Dia benar-benar datang lebih cepat daripada dugaanku!”

 

Sehun menarik tangannya tiba-tiba. Membuat gadis itu beranjak dengan terpaksa dengan muka bingungnya. Bukunya jatuh bergedebum di atas meja. Jiyeon menatapnya dengan penuh sesal. “Sehun, mau kemana? Aku masih membaca buku,”

 

“Tidak! Aku akan menunjukkanmu yang mana December-ku itu!”

 

Sehun menyapukan pandangannya. Begitupula dengan Jiyeon. Gadis itu sebenarnya hanya berpura-pura. Setidaknya untuk meredam rasa sakit di hatinya.

 

“Disana!Lihat gadis yang ada di sana!” Sehun menunjuk-nunjuk dengan riang. Sementara Jiyeon menatap gadis itu tanpa minat. “Dia banyak berubah. Rambutnya panjang sekali sekarang,”lelaki itu terus berceloteh panjang lebar soal gadis itu. Dan Jiyeon tak peduli apa-apa yang terjadi pada gadis itu. Jangankan mengenalnya, melihatnya saja Jiyeon sudah enggan.

 

Tanpa ia sadari, genggaman tangan Sehun masih berada di tangannya. Laki-laki itu mengeratkan genggamannya dengan erat. Seolah-olah gadis itu yang ia sentuh. “Sehun?” Lelaki itu tak mendengarnya. “Sehun? Sehun!”

 

“Ah! Kenapa?” Sehun mengernyit. Mengikuti arah pandang Jiyeon dan lantas melepas genggaman tangannya. “Hahaha, maafkan aku, aku tidak… Jiyeon?”

 

Jiyeon mendengak. Membuat air mata di matanya menetes dengan bebas dan semakin membuat Sehun tersentak. “Ada apa denganmu? Kau menangis?!”

 

“Jadi rasanya seperti ini, aku bisa mengerti,”

 

Jiyeon berbalik. Mulai berderap pergi dengan berlari. Tangisnya benar-benar pecah sekarang. Ia tak suka berada di posisi yang seperti ini. Entah kenapa soal cinta, ia ingin sekali menceritakan semuanya kepada Ji An. Sayang, ia terlalu gengsi untuk mengatakannya. Jiyeon hanya ingin menangis.

 

SRRET!

 

“Jiyeon?”

 

Jiyeon membalikkan badannya dengan terkejut saat seseorang mengejutkannya dari belakang. Sehun. Ia baru tahu bahwa sedari tadi pria itu ikut berlari menyusulnya. Tapi itu tak lantas menutup kemungkinan bahwa Sehun akan membalas cintanya. Itu tak akan pernah bisa.

 

“Apa.. yang terjadi denganmu?”tanya Sehun hati-hati. Wajahnya ikut sedih.

 

“Tak apa, aku tak apa,”

 

“Aku mengerti. Jika ada gadis yang ditanyai ‘ada apa’ dan dia menjawab ‘tak apa’ pasti ada sesuatu yang terjadi padanya,” Sehun menyentuh kepalanya. “Itukah kau? Ceritakan padaku,”

 

“Kau berjanji akan mendengarkannya? Kau tak akan ingkar?” Jiyeon menghapus air matanya. Merasa lebih tenang tangan hangat itu menyentuh kepalanya. Sehun mengangguk. Menyunggingkan senyumnya pada Jiyeon yang sudah terlihat lebih tenang.

 

“Sesuatu membuatmu menangis, apa itu?”

 

“Aku memiliki sebuah mimpi. Meski kupendam, aku tak pernah mengakuinya. Karena kupikir itu hanya bualan saja. Tapi setelah aku merasakannya,” Jiyeon terisak. ”Aku justru benar-benar terjerumus dalam hal itu dan aku tak bisa melepaskannya lagi,” tangis Jiyeon kembali pecah. Membuat Sehun terkejut yang lantas menyentuh pipinya dengan perlahan.

 

“Hei,lalu kenapa menangis? Apa itu menyakitkan?”

 

Jiyeon membuka matanya. Menatap Sehun yang amat bersinar di matanya. Ia tahu ini adalah hal paling tersulit yang pernah ia alami. Jauh lebih berat ketimbang ia harus mengerjakan soal-soal ujian. Tapi soal Sehun, ia akan melakukannya meski akan mendapatkan resiko seberat apapun. Ia akan menerima itu. Apapun juga.

 

“Kupikir aku bisa melewatkannya sampai musim semi ini berakhir. Aku berharap akhirnya akan menjadi indah karena ini adalah impianku. Tapi kenyataan membuatku semakin sulit masuk ke dalam sisinya. Kepalaku terasa penuh karena terus memikirkannya. Tapi orang lain itu datang dan membuatku goyah. Padahal hatiku terus memegang erat namanya. Aku hampir gila karna perasaan ini,”

 

Sehun membulatkan mata. Kali ini tangannya turun ke bahu Jiyeon. Menganga tak percaya. “Jiyeon? Kau jatuh cinta? Dengan…”

 

“Aku jatuh cinta pada Oh Sehun sejak pertemuan di halte itu. Dan setelah aku menyadarinya aku tak bisa melepasnya lagi, aku benar-benar kesal karena telah mengecewakan pertemanan kita. Maafkan aku… Karena aku tahu Sehun masih sangat mencintai gadis itu.”

 

Jiyeon menghempas tangan Sehun. Lalu berbalik dan berlari menjauh.

 

Sehun tercekat. Merasakan kepalanya terasa naik dan jantungnya berdegup dengan lambat. Tangannya terasa dingin seketika. Sementara tubuhnya terasa kaku dengan lidah yang kelu. Sehun merasa syok. Ia tak percaya dengan pendengarannya sendiri.

 

_o0o_

 

Bahkan setelah waktu,

Aku tak dapat mengatakan apapun

dan hanya menelan kata-kataku,

Kata-kata yang mengatakan, ‘aku minta maaf, aku mencintaimu’

Tolong percaya aku,

seperti yang kamu lakukan sekarang -EXO, Promise

 

“Hari ketiga…”

 

Jiyeon menepuk jidatnya dengan lemas. Musim semi benar-benar konyol jika harus di lewatinya dengan sakit demam. Harusnya ia bisa bersekolah dan bercanda ria dengan Ji An. Sayang, ia harus terus terbaring karena tipes yang dideritanya.

 

“Sehuun…”

 

Lagi-lagi pria itu yang terpikir olehnya. Yang akhirnya membuat hatinya terdiam dalam jeda waktu yang cukup panjang. Menimang-nimang apakah pantas cinta ini ia pertahankan atau tidak. Bahkan setelah ia tahu Sehun tak pernah sekalipun menaruhnya pada posisi spesial selain teman. Dia masih mengharapkan cinta masa lalunya. Jiyeon yakin musim semi yang akan dilewatinya ini tak akan benar-benar indah.

 

“Jiyeon, kenapa kau bodoh sekali?” Jiyeon memejamkan matanya. Perlahan-lahan air mata merambat keluar melalui celah-celah matanya. Membuatnya berlinang jatuh ke samping-samping matanya. Jiyeon terisak. Sekalipun ia berusaha menanggalkan cintanya, itu hanya akan menjadi beban. Sama seperti kalimat Sehun padanya saat beberapa hari yang lalu.

 

“Apa setiap hari kau menangis seperti ini sampai kau sakit?”

 

Jiyeon menggeleng. Tak menyadari suara siapa yang tengah bertanya padanya. Dipikirannya, itu hanyalah khayalan dari suara-suara yang berbisik dalam hatinya. Gadis itu kembali terisak. Menyeka air matanya dengan perasaan kacau.

 

“Lalu bagaimana caranya aku menghiburmu?”

 

Jiyeon membuka mata. Terdiam sejenak sebelum akhirnya menoleh dan mendapati Sehun berdiri di depan pintu kamarnya dengan senyum nanar. Lelaki itu tak datang dengan tangan kosong. Ada seikat bunga dan sebuah kotak berisi coklat.

 

“Ji An bilang, gadis yang biasanya menangis akan luruh jika si pria memberikannya hadiah. Dan hadiah yang biasa diinginkan adalah setangkai bunga dan sekotak coklat,” Sehun menunduk. Menatap kedua bingkisan di tangannya dengan senang.

 

“Tapi buku ‘Bagaimana orang jatuh cinta’ mengatakan, gadis akan lebih senang jika yang diberikan si pria adalah sebuah kebersamaan, pengertian, dan rasa saling memahami. Aku tak begitu paham bagaimana mengungkapkannya padamu. Tapi buku itu… telah menjawab pertanyaanku yang sebenarnya. Bahwa cinta yang sesungguhnya adalah bagaimana kau akan merasa bahagia dan nyaman saat bersamanya. Orang yang selalu ada di dekatmu, dan membuatmu selalu ingin tersenyum saat bersamanya. Dialah orang yang membuat jantungmu berdegup kencang. Dan aku merasakan semuanya saat bersamamu Park Jiyeon,”

 

Jiyeon mulai menangis. Wajahnya benar-benar terasa memalukkan sekarang. Sementara Sehun mulai berjalan mendekat. Berlutut di samping ranjangnya.

 

“Dan hatiku mengatakan padaku Jiyeon, bahwa sekeras apapun aku memungkiri, aku akan tetap terbayang-bayang olehmu,karna aku… jatuh cinta padamu sejak aku duduk di depan bangkumu di kelas,”

 

Jiyeon membekap mulutnya dengan sebelah tangan. Menangis sekeras mungkin untuk menumpahkan semua gejolak di hatinya. Mata nanar sehun membuat Jiyeon semakin tahu bahwa laki-laki itu telah bersungguh-sungguh dengan hatinya. Pria itu tersenyum. Menertawai dirinya yang menangis entah karena bahagia atau apa. Yang pasti, Jiyeon tahu pasti sekarang. Bahwa cintanya sudah tak lagi bertepuk sebelah tangan. Yang setelah ini, akan melewati musim semi dengan indah dan berakhir pula dengan indah.

 

“Sudah jangan menangis, tampangmu jadi cengeng sekarang,” Sehun mengusap lembut gadis di hadapannya. Menahan rasa panas karna demam yang menyerang tubuh gadis itu. “Aku mencintaimu Jiyeon,”

 

Mimpi seperti ini, semua orang pernah mengalaminya

Mari beri nama, Cinta Pertama

Yang dikirimkan melalui hati yang berdebar

Perlahan aku terjatuh semakin dalam

Seperti bayi yang pertama kali jatuh ke bumi

Aku tidak pernah tahu, dan hanya ingin tahu

Tentang dirimu saja 1,2,3

Katakan padaku apa cinta itu?

Karna kaulah satu-satunya

Yang bisa mengajariku,

Gambar dalam kertas kosong kemudian tanpa yang lain tahu

Tunjukkan padaku

Akan kulewati hari gilaku,

Akan kulalui bersamamu,

Aku bermimpi, baby love

Aku mencintaimu, baby, baby –EXO, First Love

 

_END_

 

Terimakasih sudah membacanya^^ cerita tambahan akan di post di bawah ini.

 

SEHUN POV

 

Musim semi entah kenapa menjadi sangat panas. Aku ingin mencari sesuatu yang dapat menyejukkanku. Koridor rasanya ramai sekali. Semua anak dengan santainya berkipas-kipas ria dengan benda kipas itu. Lebih dari itu, dimana dia? AH! ITU !

 

“Jiyeeooonnn…”

 

“Sehun apa yang kau lakukan?”

 

Aku mengendus. Memanyunkan bibir dan masih mempertahankan kedua lenganku memeluk pinggangnya dari belakang. Memeluknya seperti memeluk sebongkah es. Sejuk. Dia gadis yang dingin, kurasa.

 

“Kau sedang melihat apa?” Kulihat dia terlalu sibuk dengan pandangannya. Namun setelah kutanyakan, dia justru membuang muka. Lalu menunduk dengan lesu. Entah kenapa aku jadi penasaran dan langsung mengikuti arah pandangannya yang tadi. Mataku membulat. Menyadari siapa yang dari tadi membuat tatapannya sedingin itu. “Kenapa kau menatap Aeri?”

 

Oh, Aeri adalah gadis di masa laluku. Setelah kupikir, dia tidak manis lagi. Kecantikannya serasa tenggelam setelah aku mengenal Jiyeon, kekasihku sekarang ini. “Kau merasa kalah? Kau tak percaya diri?” tanyaku yang hanya mendapat gelengan darinya. “Ayo!”

 

Melihatnya murung membuatku ingin sekali mengerjainya. Jiyeon harus sesekali mendapat kejailanku. “Hai Aeri! Apa kabar?”

 

Jiyeon membulatkan matanya setelah menyadari kemana aku membawanya. “Sehun?! Aku baik, bagaimana…” Aeri terdiam. Lalu menatap Jiyeon yang menunduk dengan sebelah tangan yang masih kugenggam.

 

“Kenapa? Dia manis kan? Namanya Jiyeon. Dia kekasihku! Doakan kami ya? Aku akan menikahinya kelak,” kutarik tubuh Jiyeon dan aku merangkulnya dengan bangga. Jiyeon tampak menutupi muka dengan tangannya. Sementara Aeri yang berada di depanku hanya ber-oh-oh ria. Aku yakin Jiyeon akan merajuk setelah ini. Dan aku akan menciumnya karena merasa gemas. HAHAHAHA~~

 

_TAMAT_

 

Oke, absurd ^^

 

 

 

 

 

 

 

30 thoughts on “[FF Freelance] Dream in The Last Spring

  1. Feelnya kena bgt… pas bgt tiap scene ama lagu2nya exo

    Like

  2. Yaampunnn suka bgt sama perjalanan ny menemukan 😍 😍 oo

    Like

tinggalkan balasan