Namitsutiti

Let's enjoy our Fanfiction

[FF Freelance] Falling in Love with a Nerd Boy chapter 5

2 Comments


10402931_1509967382625902_3215039116876729864_n

Author : Dinda Shakinah [Rose Lyn]
Credit poster by HRa – RCFF
chapter : 5
Title : Falling in Love with a Nerd Boy
Cast :
– Xi Lu Han [Actor]
– Park Hae Yeon [Original Character]
– And other cast.
Genre : School life, Friendship, Romance, Comedy (gagal), dll.
Leght : Multichapter
Rated PG +16 (bisa berubah sesuai mood saya) -YADONG TERDETEKSI!! jangan coba-coba.
Note : SIDERS ADALAH PENCURI!!!

Summary :
Perjuanganmu membuatku luluh. Apakah aku jatuh cinta padamu, Nerd?

*****

Ini awal bulan April. Musim semi menyapa kota Seoul. Hanya tinggal beberapa bulan lagi kelulusan sudah ada didepan mata.

Kedua sejoli itu jalan berdampingan. Menatap lurus jalan dihadapan mereka. Sesekali salah satu dari mereka mencuri pandang. Bergandengan tangan menyusuri taman kota. Tak ada percakapan yang terdengar. Hanya suara hati mereka yang saling bergemuruh.

Hingga tatapan keduanya bertemu dalam satu pandang, kemudian saling melempar senyum. Lalu melanjutkan aksi diam bungkam yang terjadi antara mereka, kembali.

“Ayo duduk, aku lelah”.

Lu Han menawarkan sesuatu dan hanya dibalas anggukan oleh gadis itu.

Mereka mendudukkan diri mereka disalah satu bangku terdekat. Yang dekat dengan sebuah pohon besar yang berdaun banyak.

Untuk awalnya bunyi dedaunan yang berserakan seolah menjadi lagu romantis diantara mereka. Tapi seiring berjalannya waktu, itu seolah menjadi lagu iringan menuju altar bersama gadis itu.

Hae Yeon menjatuhkan kepalanya dibahu lelaki itu. Mendengarkan suara daun berjatuhan sekarang menjadi pengamatannya.

Lu Han hanya tersenyum dengan apa yang gadis itu lakukan. Lelaki itu menyukai keadaan ini. Keadaan dimana gadisnya selalu bergantung padanya. Mengharapkannya dan selalu disampingnya. Saling memadu cinta antara keduanya. Kebahagiaan yang terpancar diwajahnya, selalu membuat lelaki itu bahagia.

Baginya Hae Yeon adalah hidupnya, jiwanya, segalanya. Lu Han tak tahu harus bagaimana jika gadis itu tak ada bersamanya. Mungkin rumah sakit jiwa adalah tujuan akhir hidupnya atau bunuh diri jauh lebih baik.

Lu Han juga ingin memiliki gadis itu seutuhnya. Dala. kehidupannya, lelaki itu hanya ingin Hae Yeon yang memenuhinya. Lembaran kertas hidupnya, hanya Hae Yeon yang boleh menorehkan tinta disana. Menuliskan segala cerita tentang kehidupan mereka berdua. Hahhh,, betapa indahnya.

“Kau melamun?”.

Lu Han tersadar dan menemukan wajah gadis itu yang terlihat khawatir melihatnya. Lu Han melebarkan senyum. Senyuman maut yang membuat hati para gadis luluh. Hanya saja, kacamatanya membuat dia tak akan dipandang oleh gadis manapun. Kecuali Hae Yeon.

Kalian bertanya kenapa gadis itu suka berada didekat Lu Han? Kenapa gadis itu bisa berciuman dengan lelaki itu? Kenapa lelaki nerd bisa bermesraan dengan seorang diva sekolah?

Hae Yeon akan menjawabnya. Lu Han adalah teman Hae Yeon sedari kecil. Bahkan sebelum mereka berdua lahir, kedua orangtua mereka bersahabat baik. Mereka adalah anak-anak yang tumbuh diarea jalinan tali persahabatan yang kuat.

Dulunya, mereka tak sedekat ini. Tapi entah sejak kapan, hati gadis itu seolah tak rela bisa Lu Han berada jauh dari jangkauannya. Lu Han yang selalu sering dibully, Hae Yeon lah yang menyelamatkan lelaki itu. Mengancam mereka semua -orang yang membully Lu Han- agar tak mendekati lelaki itu. Itulah yang gadis itu sembunyikan.

Lu Han pernah bertanya padanya, kenapa mereka tak membully lelaki itu lagi. Dengan santainya Hae Yeon berkata, mungkin saja pesona dalam dirimu membuat nyali mereka ciut. Saling bercanda tawa gurau dan membuat Hae Yeon selalu lupa untuk memberitahukan yang sebenarnya pada lelaki itu. Hae Yeon hanya takut.

“Lu?”.

“Ya?”.

Gadis itu mengambil nafas dan menghembuskannya perlahan. Meyakinkan dirinya bahwa ini sudah lebih dari batas yang dia buat. Dia harus jujur. Gadis itu tak ingin Lu Han salah paham padanya dikemudian hari dan akhirnya akan membuat penyesalan tiada akhir untuknya.

“Apa kau mau mendengar pengakuanku?”.

Lu Han mengkerutkan dahinya. Lelaki itu tak begitu mengerti dengan apa yang dia biacarakan. Dan lelaki itu hanya mengangguk antusias dan ingin mendengar segalanya.

“Apa itu?”.

Hae Yeon sedikit tak bisa bernafas. Tenggorokkannya tiba-tiba kering dan membuatnya ingin pingsan detik itu juga. Tapi apa yang harus dia lakukan kedepannya. Ini hanya akan membuat waktu semakin terulur dan membuat gadis itu semakin merasa tak enak hati.

“Alasan kenapa mereka semua menjauhimu dan tak membullymu lagi. Apa kau mau mendengar pengakuanku?”.

Lu Han penasaran. Perasaan nya kini mendadak menjadi tak karuan. Lu Han terlihat seperti orang bodoh saat ini.

“Lu, maafkan aku. Aku tak tahu harus bagaimana menceritakannya”.

Hae Yeon mengalihlkan pandangannya kedepan. Berusaha menghindari tatapan itu. Hae Yeon tak sanggup melihat bagaimana nantinya hati lelaki itu terluka. Hae Yeon memang tak tahu apa reaksi dari lelaki itu. Tapi hatinya, merasa sakit bila melihat tatapan yang sulit dia artikan dari lelaki itu.

“Aku mengancama mereka. Aku membuat mereka tak bisa mendekati kita. Aku tak ingin mereka mengganggumu. Jika kau bertanya kenapa baru sekarang aku menjelskannya, itu karena aku mencari waktu yang tepat. Waktu dimana kita berada pada ujung jalan dan aku tak bisa berlari kemanapun, kecuali antar jurang dan dirimu..”

“.. Aku berjalan kearahmu. Kau mengulurkan tanganmu untukku. Tapi setelah mendengar ini, apakah uluran tangan itu masih ada dihadapanku?”.

Kini mata gadis itu bertemu dengan mata Lu Han. Mereka saling bertatapan. Ada tatapan terluka milik lelaki itu yang membuat oksigen disekitar Hae Yeon mengjilang secara tiba-tiba. Dia tak sanggup.

Matanya kini memanas. Sesuatu dibalik pelupuk matanya mulai ingin melarikan diri dari tempat dan pasti akan membuat gadis itu nampak lemah dihadapannya.

“Kau membuatku seperti laki-laki tak berguna”.

“Kau membuat terlihat tak lebih dari kecoak kecil yang lemah”.

“Kau membuatku terlihat seperti pecundang!”.

“Kau tak ada bedanya!”.

Suara Lu Han mulai meninggi. Lelaki itu marah. Inilah yang Hae Yeon takutkan. Dia takut kehilangan Lu Han. Gadis itu takut Lu Han meninggalkannya. Dia takut Lu Han pergi darinya. Tapi ini adalah pilihan terakhir. Dia tak ingin seperti ini, tapi dia tak ingin kesalah pahaman ini malah membuat Lu Han semakin marah dan membencinya. Hae Yeon tak tahu harus bagaimana.

“Aku mau pulang!”.

Lu Han berdiri dengan cepat. Meninggalkan gadis itu yang kini mulai meneteskan airmata. Hae Yeon segera berlari dan mengikuti langkah kaki lelaki itu. Dengan sedikit berlari agar tak tertinggal.

Hingga deguman bunyi Lu Han menutup pintu mobilnya dengan keras membuat Hae Yeon tersentak dan tak yakin ikut pulang dengan lelaki itu.

Hae Yeon memainkan jaru diujung bajunya. Gadis itu takut bila Lu Han sudah seperti ini. Disekolah memang lelaki itu terlihat seperti seorang nerd, tapi nyatanya jauh dari apa yang kalian lihat. Ya, dia memang memakai kacamata. Bahkan tatanan rambutnya seperti orang ditahun 96 -an. Tapi, kau tak akan tahu, seorang iblis ada didalam tubuhnya dan bisa saja menyerangmu dalam berbagai keadaan. Jangan sampai iblis itu bangun sebelum waktunya.

Hati Lu Han semakin panas melihat gafis itu yang tak kunjung masuk kedalam mobilnya. Lelaki itu menatap Hae Yeon tak suka. Melihat gadisnya yang hanya bermain jari diujung bajunya membuat hati Lu Han mencelos tak tega. Lelaki itu sedikit melembutkan tatapannya.

“Yeon, Masuk. Cepat!”.

Hae Yeon tahu dia salah. Gadis itu tahu bahwa semua yang dia lakukan tak pernah ada yang benar. Gadis itu hanya bisa menyusahkan orang. Airmata gadis itu tertahan diujung. Dengan perasaan ragu, gadis itu masuk dengan perlahan. Mendudukkan dirinya di kursi bagian depan, disebelah lelaki itu.

Lu Han yang melihat mata gadis itu penuh dengan airmata dan hampir jatuh, hatinya kembali merutuki kebodohan yang telah dilakukannya. Lelaki itu telah berjanji untuk tidak membuat gadis itu menangis. Jika Chan Yeol tahu hal ini, habislah dia.

Badan lelaki itu mendekati Hae Yeon. Tangannya terangkat untuk menarik safety belt disamping gadis itu. Memasangnya dengan benar dan kembali menjauh.

Lu Han menjalankan mobilnya. Hanya ada suara bising mobil yang menemani perjalanan mereka.

Hae Yeon semakin merasa bersalah. Gadis itu tak tahan bila harus berdiam diri seperti ini. Dia harus berucap maaf, agar Lu Han tak marah lagi padanya.

Hae Yeon memberanikan diri untuk mencoba menatap Lu Han dari samping. Gadis itu semakin merasa bersalah melihat wajah lelaki itu yang nampak kusut.

“Maafkan aku, Lu. Aku tak bermaksud seperti itu, sungguh. Aku hanya..”.

“Sudah diam saja!”.

Lu Han tak ingin masalahnya semakin rumit. Lelaki itu hanya perlu berpikir dan masalahnya akan selesai dengan cepat. Kata maaf yang dilontarkan gadis nya seolah mengiris hatinya menjadi beberapa bagian. Kata maaf yang dilontarkan gadisnya itu, Lu Han tak pernah menyukainya. Lu Han hanya ingin selalu menghindar dari kata maaf yanv akan dilontarkan. Karena baginya, kata maaf yang dilontar kan Hae Yeon karena sebuah kesalahan membuat dia juga terjebak dalam rasa bersalah itu sendiri. Hae Yeon yang bersalah, tapi Lu Han juga ikut merasakannya. Itu yang membuat Lu Han tak pernah menyukai kata maaf yang dilontarkan.

Hae Yeon hanya diam. Sesuai dengan apa yang Lu Han perintahkan. Gadis itu tak ingin membuat darah lelaki itu naik terus. Gadis itu hanya berusaha untuk tidak menutupi segala hal yang membuat Lu Han merasa terkhianati kedepannya. Hae Yeon hanya ingin jujur, agar hubungan antara kedua terjalin baik. Pertemanan.

Hubungan? Teman? Benarkah hanya sebatas itu? Bukankah kalian telah berciuman. Berjalan bersama. Kemanapun berdua. Benar itu hanya teman. Yeon, kau harus memikirkannya lagi. Sebelum kau menyesal dan menghancurkan hati lelaki itu.

*******

Lu Han dan Hae Yeon telah sampai disebuah bagunan. Bagunan itu Hae Yeon tak mengenalnya. Itu sebuah rumah megah yang mewah. Hae Yeon tak mengerti kenapa Lu Han membawanya kemari. Ini jauh dari tempat mereka tinggal. Ini rumah siapa? Lu Han tak pernah cerita, kalau lelaki itu punya saudara di Seoul. Dan kenapa mereka kesini?

Hae Yeon tak bisa bertanya. Bahkan untuk mengulas senyum pun dia tak sanggup. Lihatlah, wajah Lu Han saja sudah seperti itu. Bagaiman dengan nya?

Lu Han membuka pintu dimana gadisnya duduk. Lelaki itu menatap Hae Yeon yang tak kunjung turun, tapi malah melamun.

“Turun sekarang!”.

Hae Yeon turun dengan kaki sedikit bergemetar. Hampir saja dia jatuh saat berjalan, tapu tangan Lu Han menyelamatkannya.

Melihat Hae Yeon yang sepertinya lemah itu, Lu Han sangat tidak bisa untuk berdiam diri. Lelaki itu mengangkat tubuh Hae Yeon tanpa aba-aba. Membuat gadis itu sedikit terhenyak.

Ingin protes, tapi Hae Yeon takut. Oh ayolah Yeon, ini hanya seolah Lu Han kenapa kau takut? Ah aku ingat. Kau tak ingin menjadi semakin bersalah karena hal yang kau ceritakan ditaman. Dan juga, kau tak sanggup bila Lu Han pergi meninggalkanmu kan? Ok aku ingat.

Lu Han membawa gadis itu masuk kedalam. Beberapa pelayan menyapa keduanya. Membungkuk hormat dan hanya dilalui Lu Han begitu saja. Lelaki itu langsung naik kelantai berikutnya dan memasuki sebuah kamar.

Lelaki itu meletakkan tubuh Hae Yeon secara perlahan diatas kasur. Hae Yeon hanya bisa diam. Gadis itu tak bisa melakukan apapun. Diam adalah jalan terbaik. Kau tak bisa melakukan apapun saat ini, Yeon.

Lu Han berjalan menjauhi Hae Yeon dan hilang dibalik sebuah pintu didalam kamar tersebut. Mungkin kamar mandi.

Drrrrttttt…

Ponselnya berbunyi. Hae Yeon merogohnya dari tas sampingnya dan mendekatkan berda itu ditelinganya.

“Halo, Oppa. Wae?”.

“Ya! Kau dimana? Eomma mengkhawatirkanmu. Kau ingin eomma pingsan mendengar putrinya hilang”.

“Astaga, Oppa kau berisik sekali. Aku bersama Lu Han. Eomma, Kau dan Appa tahu hal ini. Kenapa mesti bertanya?”.

“Dasar bocah ingusan. Kalian dimana? Cepat beritahu aku. Aku akan kesana. Dan jangan bilang bahwa kau dan dia sedang dalam keadaan bercinta disebuah hotel. Kubunuh lelaki itu jika itu benar terjadi”.

“Ya! Kau mendoakanku? Kau kakak yang jahat. Lu Han bukan orang seperti itu. Berhenti mencacinya, atau kau yang akan kubunuh”.

“Hey! bahkan umurmu saja tak jauh berbeda dengan jagung. Seenaknya saja membunuhku”.

“Diam atau kugigit”.

“Kau benar-benar bercinta dengan pria kacamata itu? sehingga kau mau melampiaskan kesakitannya saat dia memasukimu, hah?”.

“Oppa, kau jahat. Akan aku adukan pada eomma, jika kau mendoakanku yang tidak-tidak”.

“Dengar, pulang segera. Eomma mencarimu. Atau setidaknya hubungi eomma dulu sebelum kau pulang. Setidaknya agar sedikit membuat dia baikan. Mengerti”.

“Baiklah. Kututup ya. Sampai jumpa”.

Pip.

Sebelum mendengar jawaban dari kakaknya, Hae Yeon lebih dulu mematikan teleponnya. Gadis itu terlalu muak mendengar ocehan kakaknya yanv super overprotektif padanya. Hae Yeon tak suka. Jadi lebih baik menelpon ibunya saja.

Hae Yeon mencari nomor ponsel ibunya. Dia mendekatkan kembali benda itu ditelinganya. Dan tak lama setelahnya, sambungan teleponnya berbunyi.

“Halo, Hae Yeon kau dimana, sayang?”.

“Eomma, jangan khawatir. Aku bersama Lu Han. Dia membawaku kesuatu tempat. Jadi jangan khawatir, ok”.

“Oh, baiklah kalau begitu. Jangan lupa untuk makan ya, sayang. Kau tahu nanti sakit maag mu kambuh”.

“Iya, eomma”.

“Bilang pada eomma bila Lu Han berbuat sesuatu hal yang diluar batas, ok”.

“Iya, eomma”.

“Yasudah, appa memanggil eomma. Hati-hati ya”.

“Bye”.

Pip.

Dan begitulah akhirnya. Hae Yeon menghela nafasnya kasar. Lelah bila harus seperti ini. Hae Yeon bosan bila hanya berdiam diri saja disini. Menunggu Lu Han keluar san mendiamkannya. Itu membuat Hae Yeon sedih.

Gadis itu beranjak dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar. Gadis itu turun kebawah dan menemukan banyak pelayang yang membungkukkan punggungnya hormat.

Hae Yeon melebarkan senyumannya. Gadis itu mendekati para pelayan itu. Gadia itu kembali melakukan hal yang sama seperti yang mereka lakukan.

“Annyeong. Namaku Hae Yeon, Park Hae Yeon. Senang bertemu kalian semua”.

Para pelayan itu kagetnya bukan main. Perilaku yang ditunjukkan Hae Yeon membuat mereka semua nampak sedikit kebingungan. Dan mereka saling berbisik-bisik dengan yang lainnya.

Hae Yeon hanya memperhatikan mereka dengan seksama. Hae Yeon mengulas senyumannya dan mulai berkata lagi.

“Aku lapar. Apa ada makanan? Ramen mungkin?”.

Mereka semua mulai gelagapan. Ini perintah. Mereka membungkuk hormat dan segera bubar dari tempat. Melaksanakan apa yang Hae Yeon inginkan. Makanan.

Hae Yeon hanya menggidikkan bahunya acuh dan tak mengerti harus bagaimana. Jadi gadis itu memutuskan untuk berkeliling.

Hae Yeon menatap semua sudut rumah itu dengan tatapan kagum. Desain yang ada membuat dia tak habis memikirkan semuanya dengan hal yang berbau kagum. Ini indah.

Rumahnya luas. Dan banyak lukisan yang terpajang disetiap detail dinding. Dan beberapa foto yang terpajang besar.

DEG.

Mata Hae Yeon hampir saja jatuh, tentang apa yang dia lihat, membuatnya tak bisa bernafas sejenak. Fotonya dengan ukuran besar yang menakjubkan. Kenapa bisa foti dirinya ada disini?

Hae Yeon akan jatub tapi sebuah tangan kekar telah melingkar dipinggangnya dengan sempurna.

Bau maskulin menandakan bahwa Lu Hanlah orangnya. Hae Yeon berbalik menatap lelaki itu. Dan dirinya hampir saja jatub kembali dengan apa yang dia lihat saat ini.

Lu Han dengan setelah casual, celana pendek selutu dan baju kaus lengan pendek, tanpa kacamata dan rambutnya yang basah setelah keramas. Astaga Tuhan, butuh aku coba. Kenapa ini seperti mimpi aneh yang menyerangnya.

Tangan Lu Han membawa gadis itu berada dalam dekapannya. Hangat dan nyaman yang menjalar disana. Satu tangan Lu Han di belakang tengkuk Hae Yeon dan satunya melingkar dipinggang gadis itu.

Hae Yeon membenarkan letak kepalanya didada lelaki itu. Terdengar bunyi degupan jantung yang tak kartuan. Hae Yeon tersenyum dan setia berada ditempatnya.

“Aku mencintaimu, apa kau tahu itu?”.

“Aku jauh lebih tahu dari itu”.

“Jadi jangan sembunyikan semua hal padaku, mengerti”.

“Ya, aku akan selalu jujur”.

“Janji?”.

“Janji”.

Berakhit dengan sebuah kecupan lama pada puncak gadis itu. Kasih sayang yang teroancar disana sangat dalam. Rasa untuk saling mrmiliki, kau tak akan sanggup merasakannya. Keduanya berakhir bahagia. Lu Han jelas saja tak mungkin bisa untuk marah lama pada gadis itu. Meskipun bukan dia yang salah, semua sikapnya lah justru membuat gadis itu meneteskan airmata. Dan jika sudag seperti itu, Lu Han lah orang yang patut disalahkan.

Lu Han membelai rambut Hae Yeon perlahan. Merasakan setiap dentuman suara jantungnya. Tersenyum saat semua masalah trlah selesai. Lelaki ini tak mungkin tega melihat gadis ini menangis. Lu Han tak sanggup.

“Mandilah, lalu turun dan makan dibawah”.

Hae Yeon mengangguk mengerti dan segera beranjak memasuki kamar itu krmbali.

*******

Hae Yeon mematikan shower dan berjalan keluar dari kotak tersebut. Gadis itu memakai bathrobe. Dan berjalan keluar kamar mandi.

Gadis itu menghentikan langkahnya dan membuka lemari pakaian. Begitu pelupanya dia, kalau saat ini dia tidak berada dirumah.

Gadis itu sedikit melihat lihat isi lemari dan sungguh, itu semua berisi pakaian Lu Han. Hae Yeon mengutuk lelaki itu yang dengan bodohnya menyuruhnya mandi tapi tidak dengan pakaian.

Hae Yron tak ingin ambil pusinh, gadis itu mengambil pakaian lamanya. Memakai pakaian dalamnya. Dia sekarang tak berniat memakai gaunnya kembali, karena itu sudah basah. Mau bagaimana lagi Memimjam baju Lu Han adalah jawaban logisnya.

Hae Yeon memilij salah satu baju Lu Han. Dia memilih ukuran yang sangat besar hingga sampai selutut. Sebuah kemeja lagi yang dipinjam lelaki itu.

Hae Yeon memejamkan matanya dan mencium aromanya. Harum. Dan bau khas parfum lelaki itu. Hae Yeon tersenyum dan membuka matanya. Hae Yron suka bau lelaki itu.

Hae Yeon beranjak tutun kembali ketika bunyi perutnya sudah berbunyi. Gadis itu menemukan Lu Han yang sedang berdiri melihat jendela, keluar. Lelaki ity nampak tengah serius dengan obrolannya. Hingga lelaki itu menutupnya dan memasukkan benda itu kedalam saku celananya.

Hae Yeon berjalan mendekatinya. Menusuk-nusuk lengan Lelaki itu dengan jari telunjukknya dan lelaki itu berbalik menghadapnya.

Lu Han POV

Seseorang menusuk-nusuk lenganku. Aku yakin itu Hae Yeon. Ku balikkan badanku menghadapnya. Menemukan gadis itu tengah tersenyum kearahku. Aku pun membalas senyumannya.

Tunggu ada sesuatu yang berbeda disini.

Aku melihatnya bercengir ria dihadapanku, saat aku menelusuri apa yang dia kenakan. Sambil menggaruk tengkuknya, gadis itu mulai bicara apa yang menyebabkan dia memakai kemeja kebesaranku.

“Bajuku basah, jadi aku meminjam kemejamu. Bolehkan?”.

“Tentu saja. Kau sudah memakainya bukan”.

Lihat gadis itu merengut kesal. Aku menvubit pipinya dan berlari keruang makan. Gadis itu mengikutiku.

Aku mendudukkan diriku disalah satu kursi dimeja makan. Lalu mengisyaratkan pada gadis itu agar segera duduk diatas pangkuanku. Tanpa penolakan, Ha Yeon menurutinya.

Aku menyuapkan beberapa sendok makanan kedalam mulutnya. Gadis itu menurut dan makan hingga habis. Aku tersenyum padanya karena dia tidak menyisakan makanan yang aku sediakan.

“Baiklah, apa kau mau bertanya? Sepertinya otak kecilmu itu sudah tak bisa menampung pertanyaan”.

Dia mengangguk. Ketara sekali jika wajahnya sedang ingin bertanya.

“Ini rumah siapa?”.

Benar dugaanku, dia pasti akan menanyakan hal ini. Gadis itu selalu ingin tahu segala hal. Dan itulah kenapa membuat dia jauh lebih berbeda.

“Rumahku tentu saja”.

“Tapi paman dan bibi tinggal disana. Didekat rumahku. Kau juga tinggal disanakan”.

“Kau belum tahu kenyataan dibalik semua ini, sayang. Nanti saat waktunya tepat. Semuanya akan aku beritahu. Setelah kelulusan, menikahlah denganku”.

“Ini sebuah lamaran?”.

Aku mengangguk dan tersenyum padanya. Gadis itu hanya memutar bola matanya malas.

“Ck, tidak romantis sekali”.

“Biar saja, asal kau tetap berada disisiku. Semua jauh lebih baik”.

“Kau gombal”.

“Biar saja”.

Gadis itu meletakkan kepalanya untuk dia sandarkan didadaku. Gadis itu lelah mungkin dan ini saat nya tidur. Aku membelai pelan rambut halusnya dan menghujami puncak kepalanya dengan kecupan-kecupan ringan.

“Lu, apa aku jatuh cinta padamu?”.

Aku menatapnya. Mengintimidasinya atas apa yang dia katakan. Dia seolah membuat lubang diatas pasir. Apa yang dibicarakannya membuat aku tak suka.

“Jadi selama ini kau tak menyukaiku?”.

Gadis itu menggeleng, “Tidak, bukan begitu. Kau tak pernah menyatakan cinta padaku dan saat ini tiba-tiba semua perasaanmu itu kau tumpahkan padaku. Dan bodohnya aku bertanya hal itu padamu. Tapi sesungguhnya, perjuanganmu membuat ku luluh”.

Aku tersenyum. Kembali mengecup puncak kepalanya. Mempererat dekapanku pada tubuhnya dan dia hanya mengikuti apa yang aku mau.

“Aku tahu, kau juga mencintaiku”.

Hae Yeon mengangguk pelan. Gadis itu tersenyum dan menatapku. Dia menggantungkan tangannya dileherku dan menghadiahiku kecupan singkat dibibir.

“Baiklah. Setelah kelulusan, mari kita menikah”.

Aku tersenyum mendengar jawabannya. Kututup mataku dan mulai membungkam bibirnya. Tanganku tak bisa tinggal dia dan mulai bergerak liar meraba tubuh gadis ku.

Sial.

Sesuatu dibawah sana mulai sesak. Dan ini masih dimeja makan. Aku lupa bahwa pelayanku ada disini. Aku harus membawa pergi kekamar.

Aku mengendongnya kesana. Tanpa melepaskan tautan diantara kami berdua hingga aku mengunci pintu kamarku. Merebahkan tubuhnya diatas kasur dan kembali menghujaminya dengan lebih dalam.
To Be Continue.

Adegan Anu /? nya dilanjutin nanti ya. Chapter berikutnya. Biasa lagi mikir kata-kata. Tenang aja, ngga php kok. Chapter selanjutnya pasti ada adegannya.

Sekian.

2 thoughts on “[FF Freelance] Falling in Love with a Nerd Boy chapter 5

  1. Huaahhh dibilangin mama jgn diluar btas jga, next chap-nya ditunggu HWAITING!!!

    Like

  2. luhan kelepaaan yaa.. aduh gmn kl ketauan…

    Like

tinggalkan balasan